“Ini menyangkut ketahanan energi nasional. Jika instalasi pembangkit masih rentan terhadap faktor cuaca, tentu menjadi tantangan tersendiri dalam mewujudkan visi besar seperti transisi ke energi hijau dan digitalisasi industri. Keamanan fisik infrastruktur kelistrikan perlu menjadi prioritas utama sebagai fondasi dari seluruh rencana jangka panjang sektor energi,” ujar Tohom.
Tohom yang juga Mantan Ketua Badan Pembina Perkumpulan Konsuil ini mengatakan bahwa pembangkit listrik tidak boleh lagi dianggap semata-mata sebagai sarana produksi energi, melainkan sebagai objek strategis yang memerlukan perlindungan berlapis dari risiko teknis dan bencana alam.
Baca Juga:
Cegah 'Blackout' Terulang, ALPERKLINAS Apresiasi PLN Tambah 250 MW Ke Sistem Kelistrikan Bali Sampai Akhir 2025
“Sertifikasi instalasi dan audit proteksi petir harus dilakukan oleh lembaga independen yang kompeten,” ujarnya.
Dalam kesempatan itu, Tohom juga mendorong agar PLN dapat membuka ruang kolaborasi yang lebih luas dengan lembaga perlindungan konsumen serta para pakar kelistrikan, khususnya dalam proses perencanaan dan pemeliharaan pembangkit listrik.
Ia menyoroti pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan risiko teknis, guna memperkuat kepercayaan publik terhadap sistem kelistrikan nasional.
Baca Juga:
Keandalan Listrik Bali Kelas Dunia dan Jarang Alami Gangguan, ALPERKLINAS Sebut 'Blackout Listrik Bali' Bukan Human Error
“Masyarakat berhak memperoleh kepastian bahwa instalasi pembangkit listrik yang menopang kehidupan mereka telah dikelola secara aman dan andal. Upaya preventif tentu jauh lebih bijaksana dibandingkan harus bereaksi setelah terjadi hal-hal yang tidak diinginkan,” ujarnya.
Sebelumnya, Sekretaris Perusahaan PLN Indonesia Power, Agung Siswanto, menyatakan bahwa kebakaran di PLTU Labuan Angin tidak berdampak pada sistem kelistrikan secara keseluruhan.
Ia memastikan tidak ada pemadaman dan sistem tetap berjalan normal.