Proyek ini juga melibatkan pembangunan kabel listrik bawah laut antara kedua negara, sebagai bagian dari inisiatif ASEAN Power Grid.
Menanggapi hal tersebut, Tohom mendesak agar pemerintah menyusun roadmap ekspor listrik secara transparan dan partisipatif, dengan menjamin bahwa kebutuhan nasional tetap menjadi prioritas utama.
Baca Juga:
RUPTL Terhijau Sepanjang Sejarah, PLN Komitmen Wujudkan Transisi Energi
Ia menekankan pentingnya keterlibatan lembaga konsumen, akademisi, dan masyarakat dalam merumuskan kebijakan ekspor listrik ini.
“Kami mendesak pemerintah untuk menyusun peta jalan ekspor listrik yang menjamin keadilan energi. Harus ada jaminan hukum dan kebijakan bahwa konsumen domestik tidak akan dirugikan oleh kontrak ekspor jangka panjang yang mengikat,” ujarnya.
Tohom, yang juga Pengamat Kebijakan Publik, menyoroti bahwa proyek ekspor listrik lintas negara seperti ini rentan mengabaikan aspek sosial dan lingkungan jika tidak disertai dengan regulasi yang ketat.
Baca Juga:
PLN Perkuat Kemitraan Internasional untuk Dorong Energi Hidro Nasional
Menurutnya, pengawasan terhadap dampak lingkungan dan keberlanjutan harus melekat dalam setiap tahap perencanaan.
“Publik harus diberi ruang untuk mengetahui siapa yang mendapat keuntungan terbesar dari proyek ini. Jangan sampai sumber daya milik bangsa malah jadi monopoli segelintir korporasi, sementara masyarakat lokal hanya kebagian dampak lingkungannya,” katanya.
Ia juga menekankan bahwa Indonesia perlu memandang listrik bukan hanya sebagai komoditas ekspor, tetapi sebagai hak dasar rakyat yang harus dijamin terlebih dahulu.