Mereka mengoperasikan portofolio hibrida raksasa yang menggabungkan batu bara, gas, nuklir, angin, solar, hingga hidro dalam skala yang membuat mereka tak tersaingi.
“Ketika negara-negara lain sudah menggabungkan energi fosil dan energi bersih dalam konfigurasi besar-besaran, kita tak boleh tertinggal pada akses dasar listrik,” ujarnya.
Baca Juga:
ALPERKLINAS Dorong Pemda Jalankan Listrik Gratis Demi Dukung Program Listrik Desa
Menurut Tohom, benchmark global harus menjadi dorongan, bukan intimidasi. Ia merujuk data terbaru yang menunjukkan dominasi lima BUMN China sebagai produsen listrik terbesar dunia, dengan China Energy Investment Corp memimpin 340 GW kapasitas terpasang.
“Skala itu luar biasa. Tetapi jangan lupa, Indonesia juga punya BUMN yang fundamentalnya kuat, punya jaringan distribusi terbesar di kawasan, dan punya pelanggan yang jauh lebih banyak dari beberapa perusahaan yang masuk 10 besar dunia,” jelasnya.
Ia menekankan bahwa posisi PLN, dengan kapasitas terpasang nasional 75,9 GW dan produksi lebih dari 343 TWh sepanjang 2024, menempatkan perusahaan ini sangat dekat dengan liga negara-negara besar.
Baca Juga:
ALPERKLINAS Dorong Pemerintah Kejar 100 Persen Rasio Elektrifikasi dengan Perbesar Anggaran LISDES
“Jika PLN mampu menyelesaikan elektrifikasi 100 persen, mempercepat EBT, dan menjaga ketahanan sistem, maka dalam peta global PLN sudah berada pada orbit yang tepat,” katanya.
Menurut Tohom, elektrifikasi 100 persen harus dipandang sebagai “fondasi era baru” di mana seluruh wilayah, termasuk yang terpencil dan tertinggal, mendapatkan akses energi untuk membuka peluang ekonomi baru. Ia juga menekankan pentingnya percepatan dedieselisasi, penguatan jaringan, hingga tata kelola investasi yang lebih progresif.
“Kita tidak bicara tentang listrik saja, kita bicara tentang masa depan kedaulatan energi Indonesia. Infrastruktur, efisiensi, dan pemerataan adalah tiga pilar yang harus dikejar PLN mulai sekarang,” tambahnya.