KonsumenListrik.WAHANANEWS.CO – Aliansi Lembaga Perlindungan Konsumen Listrik Nasional (ALPERKLINAS) menegaskan pentingnya percepatan penyelesaian rasio elektrifikasi nasional menjadi 100 persen pada tahun 2026.
Organisasi ini menyampaikan bahwa pencapaian itu bukan hanya target administratif, tetapi indikator utama seberapa siap Indonesia bersaing dengan raksasa utilitas dunia yang saat ini menguasai kapasitas pembangkitan global.
Baca Juga:
ALPERKLINAS Dorong Pemda Jalankan Listrik Gratis Demi Dukung Program Listrik Desa
ALPERKLINAS memandang posisi PLN—yang melayani hampir 93 juta pelanggan—sebagai modal strategis yang tidak boleh berhenti di angka 99 persen lebih.
Ketua Umum ALPERKLINAS, KRT Tohom Purba, menilai bahwa PLN berada di persimpangan penting dalam sejarah industri ketenagalistrikan Indonesia.
Dengan basis pelanggan utilitas terbesar di dunia, kata Tohom, PLN sudah memiliki kelas tersendiri dan tinggal selangkah lagi menegaskan diri sebagai world class utility.
Baca Juga:
ALPERKLINAS Dorong Pemerintah Kejar 100 Persen Rasio Elektrifikasi dengan Perbesar Anggaran LISDES
“Ketika satu perusahaan di China mampu mengelola lebih dari 340 gigawatt dan PLN sudah melayani lebih dari 90 juta pelanggan, maka standar kita seharusnya naik. Elektrifikasi 100 persen pada 2026 bukan ambisi berlebihan, tetapi kewajiban moral dan strategis negara,” tegasnya.
Tohom menambahkan, keberhasilan mencapai elektrifikasi penuh akan menjadi landasan keandalan nasional, terutama dalam menghadapi transisi energi dan pertumbuhan industri.
Ia menyebut tren global memperlihatkan bahwa perusahaan-perusahaan energi terbesar kini tak lagi bertumpu pada satu sumber.
Mereka mengoperasikan portofolio hibrida raksasa yang menggabungkan batu bara, gas, nuklir, angin, solar, hingga hidro dalam skala yang membuat mereka tak tersaingi.
“Ketika negara-negara lain sudah menggabungkan energi fosil dan energi bersih dalam konfigurasi besar-besaran, kita tak boleh tertinggal pada akses dasar listrik,” ujarnya.
Menurut Tohom, benchmark global harus menjadi dorongan, bukan intimidasi. Ia merujuk data terbaru yang menunjukkan dominasi lima BUMN China sebagai produsen listrik terbesar dunia, dengan China Energy Investment Corp memimpin 340 GW kapasitas terpasang.
“Skala itu luar biasa. Tetapi jangan lupa, Indonesia juga punya BUMN yang fundamentalnya kuat, punya jaringan distribusi terbesar di kawasan, dan punya pelanggan yang jauh lebih banyak dari beberapa perusahaan yang masuk 10 besar dunia,” jelasnya.
Ia menekankan bahwa posisi PLN, dengan kapasitas terpasang nasional 75,9 GW dan produksi lebih dari 343 TWh sepanjang 2024, menempatkan perusahaan ini sangat dekat dengan liga negara-negara besar.
“Jika PLN mampu menyelesaikan elektrifikasi 100 persen, mempercepat EBT, dan menjaga ketahanan sistem, maka dalam peta global PLN sudah berada pada orbit yang tepat,” katanya.
Menurut Tohom, elektrifikasi 100 persen harus dipandang sebagai “fondasi era baru” di mana seluruh wilayah, termasuk yang terpencil dan tertinggal, mendapatkan akses energi untuk membuka peluang ekonomi baru. Ia juga menekankan pentingnya percepatan dedieselisasi, penguatan jaringan, hingga tata kelola investasi yang lebih progresif.
“Kita tidak bicara tentang listrik saja, kita bicara tentang masa depan kedaulatan energi Indonesia. Infrastruktur, efisiensi, dan pemerataan adalah tiga pilar yang harus dikejar PLN mulai sekarang,” tambahnya.
ALPERKLINAS berharap pemerintah dan PLN menyinergikan kebijakan agar roadmap elektrifikasi sejalan dengan penguatan transisi energi dan pemanfaatan EBT.
“Semakin cepat kita menutup gap elektrifikasi, semakin cepat pula kita masuk ke fase pembangunan energi hijau yang benar-benar berkelanjutan,” tutup Tohom.
[Redaktur: Mega Puspita]