“Kita harus keluar dari pola lama yang hanya mengandalkan APBD atau DAK dalam membangun infrastruktur. KPBU menawarkan skema yang lebih fleksibel dan menguntungkan. Setelah proyek selesai, pemerintah daerah tidak perlu terbebani biaya pemeliharaan selama 10 tahun, bahkan aset tersebut nantinya bisa menjadi milik daerah,” jelas Tohom.
Ia juga menyoroti efisiensi anggaran yang bisa diperoleh melalui skema ini. Sebagai contoh, Pemkab Bandung setiap tahunnya mengalokasikan sekitar Rp63 miliar untuk pemeliharaan dan pembayaran listrik PJU.
Baca Juga:
Terus Komit Lanjutkan Transisi Energi Bersih, ALPERKLINAS Apresiasi MoU PLN dengan MASDAR UEA untuk Pengembangan PLTS Terapung di Indonesia
Dengan skema KPBU, beban ini dapat berkurang signifikan.
“Kalau kita lihat, ini bukan hanya soal inovasi, tetapi juga soal pengelolaan anggaran yang lebih cerdas. Bayangkan jika dana sebesar itu bisa dialokasikan untuk sektor lain seperti pendidikan atau kesehatan,” kata Tohom yang juga Pengamat PLN, Ketenagalistrikan, dan Energi.
Selain itu, Tohom juga meminta pemerintah pusat, termasuk Kementerian Keuangan dan Kementerian Dalam Negeri, untuk mempercepat regulasi yang mendukung implementasi KPBU di berbagai daerah.
Baca Juga:
PLN EPI Galakkan Digitalisasi Biomassa, ALPERKLINAS Sebut PLN Komitmen Libatkan Masyarakat Lokal Dukung Energi Bersih
Ia menilai, revisi regulasi yang sedang dilakukan harus segera diselesaikan agar tidak menjadi hambatan dalam realisasi proyek infrastruktur.
“Regulasi yang mendukung harus segera dirampungkan. Jangan sampai kepala daerah yang ingin melakukan terobosan malah terhambat oleh birokrasi yang berbelit-belit. Kita butuh percepatan, bukan keterlambatan,” tegasnya.
Menutup pernyataannya, Tohom berharap semakin banyak daerah yang mengadopsi skema KPBU untuk pembangunan infrastruktur kelistrikan dan sektor lainnya.