KonsumenListrik.WAHANANEWS.CO - Aliansi Lembaga Perlindungan Konsumen Listrik Nasional (ALPERKLINAS) menilai membeludaknya jumlah pendaftar Rekrutmen Umum PLN Group 2025 merupakan sinyal kuat bahwa publik menaruh harapan besar terhadap tata kelola ketenagalistrikan nasional.
ALPERKLINAS menegaskan, momentum antusiasme publik ini harus dijawab PLN dengan sistem rekrutmen yang benar-benar akuntabel, bersih dari praktik transaksional, dan berpihak pada peningkatan kualitas pelayanan ke konsumen.
Baca Juga:
Ada Gangguan Listrik? Ini Cara Lapor yang Cepat Lewat PLN Mobile
Ketua Umum ALPERKLINAS, KRT Tohom Purba, menyatakan bahwa besarnya minat masyarakat untuk bergabung dengan PLN Group tidak boleh dilihat hanya sebagai capaian angka, melainkan sebagai amanah publik yang harus dibalas dengan integritas.
“Ketika 245 ribu lebih warga negara mendaftarkan diri, itu bukan semata ingin bekerja, tapi ingin menjadi bagian dari perubahan layanan listrik yang lebih manusiawi, transparan, dan responsif terhadap keluhan konsumen,” ujarnya, Jumat (10/10/2025).
Menurut Tohom, rekrutmen besar-besaran di sektor strategis seperti ketenagalistrikan harus diposisikan sebagai pintu masuk untuk mencetak generasi baru SDM pelayanan publik yang paham bahwa listrik bukan sekadar komoditas, tetapi hak konsumen yang harus dipenuhi negara secara adil.
Baca Juga:
Tak Hanya di Bendungan dan Atap, ALPERKLINAS Dorong Pembangunan PLTS di Hamparan Tanah Kosong
Ia menekankan agar proses seleksi tidak hanya menilai kemampuan teknis, tetapi juga integritas moral dan komitmen terhadap pelayanan konsumen.
“Listrik itu menyangkut hajat hidup orang banyak. Maka mereka yang diterima kelak tidak boleh hanya ahli secara teknis, tapi juga memiliki empati, tidak alergi kritik, dan siap bekerja transparan. Jangan sampai rekrutmen ini hanya jadi formalitas administrasi tanpa memperkuat etos pelayanan,” tegas Tohom.
Wakil Ketua Umum Komite Nasional LSM Indonesia (KN LSM Indonesia) ini juga menyoroti soal potensi munculnya calo dan penyimpangan dalam proses seleksi.
Menurutnya, PLN harus memastikan setiap tahapan seleksi dapat dipantau secara real time dan membuka kanal pengaduan publik jika ditemukan indikasi kecurangan.
“Rekrutmen PLN harus bisa menjadi contoh model seleksi BUMN yang berorientasi pada keadilan sosial. Kalau ada satu saja bocoran informasi yang diatur pihak tertentu, maka kepercayaan masyarakat akan runtuh,” kata Tohom.
Ia juga meminta agar PLN tidak hanya berhenti pada jargon transparansi, tetapi menunjukkan indikator akuntabilitas yang dapat diakses publik.
Misalnya dengan mempublikasikan statistik seleksi, rasio kelulusan berdasarkan wilayah, hingga standar penilaian yang digunakan.
“Keterbukaan bukan hanya soal tidak menarik biaya. Keterbukaan juga soal akses informasi yang setara dan mekanisme kontrol sosial yang memungkinkan masyarakat mengawasi,” tambahnya.
Tohom mengingatkan, pelayanan konsumen listrik di berbagai daerah masih dikeluhkan, mulai dari minimnya edukasi penggunaan listrik yang aman, infrastruktur yang belum memadai, atau gangguan teknis yang menyebabkan pemadaman yang tidak sesuai standar.
“Jika seluruh proses rekrutmen berlangsung secara transparan dan konsisten membangun budaya pelayanan yang berorientasi pada konsumen, maka yang tumbuh bukan hanya kepercayaan sesaat. PLN akan membangun modal sosial jangka panjang, sebuah loyalitas publik yang menjadi fondasi transformasi energi nasional yang berkeadilan,” pungkasnya.
[Redaktur: Mega Puspita]