Konsumenlistrik.WAHANANEWS.CO, Jakarta - Ketua Umum Aliansi Lembaga Perlindungan Konsumen Listrik Nasional (ALPERKLINAS), KRT Tohom Purba, mewanti-wanti pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan PT PLN (Persero) untuk memastikan pelibatan seluruh pemangku kepentingan dalam penyusunan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025-2034.
Menurutnya, kebijakan strategis ini harus dirancang secara transparan agar dapat menjawab kebutuhan energi masyarakat sekaligus mendukung transisi energi berkelanjutan.
Baca Juga:
ALPERKLINAS Dorong Pemda dan PLN Berkolaborasi Pastikan Keandalan Lampu Penerangan Jalan
“Penyusunan RUPTL harus melibatkan masyarakat sipil, pelaku usaha, akademisi, dan komunitas energi terbarukan. Tanpa kolaborasi lintas sektor, dikhawatirkan rencana ini hanya akan fokus pada pembangunan infrastruktur besar tanpa mempertimbangkan keberlanjutan dan kebutuhan masyarakat,” ujar Tohom di Jakarta, Sabtu(18/1/2025).
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia sebelumnya mengumumkan bahwa pemerintah akan segera mengesahkan RUPTL 2025-2034.
Dalam rencana tersebut, kapasitas pembangkit listrik nasional diproyeksikan bertambah sebesar 71 Giga Watt (GW), di mana 60%-70% di antaranya bersumber dari Energi Baru Terbarukan (EBT).
Baca Juga:
Konsumen Listrik Sudah Bayar PPJ, ALPERKLINAS Tuntut Pemerintah Maksimalkan Anggaran Lampu Jalan
Untuk mendukung target tersebut, pemerintah mempersiapkan investasi senilai Rp 1.100 triliun, termasuk Rp 400 triliun untuk interkoneksi jaringan listrik dan Rp 600-700 triliun untuk pembangunan pembangkit.
Menanggapi hal ini, Tohom mengungkapkan perlunya pengawasan ketat terhadap implementasi RUPTL agar anggaran besar tersebut benar-benar memberikan manfaat bagi masyarakat luas.
“Kita sedang berbicara tentang dana yang sangat besar. Jangan sampai penggunaannya tidak transparan atau hanya dinikmati oleh segelintir pihak. Semua stakeholder harus dilibatkan dalam setiap tahap penyusunan dan pelaksanaan RUPTL,” tegasnya.
Tohom juga menggarisbawahi pentingnya memastikan RUPTL tidak hanya fokus pada target kapasitas listrik, tetapi juga pada efisiensi dan aksesibilitas energi bagi seluruh masyarakat Indonesia.
Ia menilai, pengembangan energi terbarukan harus dilakukan dengan perencanaan matang agar tidak menimbulkan ketimpangan baru.
“Energi terbarukan adalah masa depan, tetapi transisi menuju ke sana harus berjalan inklusif dan adil. Jangan sampai pembangunan infrastruktur besar-besaran justru mengorbankan masyarakat kecil atau menambah beban konsumen,” imbuh Tohom.
Tohom yang juga salah satu pendiri Perkumpulan Perlindungan Konsumen Nasional, mengingatkan bahwa kepentingan konsumen harus menjadi prioritas utama dalam kebijakan ini.
Menurutnya, akses listrik yang andal dan terjangkau adalah hak dasar masyarakat yang harus dijamin oleh pemerintah.
“Pemerintah harus memastikan bahwa kebijakan RUPTL ini tidak hanya menguntungkan pihak investor, tetapi juga memberikan dampak positif bagi masyarakat sebagai konsumen utama listrik. Ini bukan hanya soal angka, tetapi soal kesejahteraan rakyat,” tutupnya.
RUPTL 2025-2034 diharapkan dapat menjadi fondasi yang kokoh untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional dan mewujudkan transisi energi yang berkelanjutan.
Dengan melibatkan semua pihak, ALPERKLINAS optimis kebijakan ini dapat membawa manfaat besar bagi masyarakat Indonesia.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]