Ia mendorong pemerintah agar memberikan regulasi yang ramah investor namun tetap mengutamakan perlindungan terhadap hak-hak konsumen.
"EBT ini bukan hanya soal teknologi dan bisnis, tapi juga soal keadilan energi. Jangan sampai wilayah-wilayah yang kaya potensi malah terus bergantung pada genset diesel atau listrik mahal,” tegas Tohom.
Baca Juga:
Demi Kesejahteraan Konsumen, ALPERKLINAS Minta Pemerintah dan PLN Pastikan Listrik Nyala 24 Jam di Seluruh Indonesia
Tohom yang juga CEO dan Pendiri Wahana News Group ini mengatakan bahwa perlu ada semacam kerangka kebijakan yang lebih progresif dari negara untuk menjamin keberlangsungan proyek-proyek EBT, termasuk insentif khusus bagi perusahaan yang berani masuk ke daerah tertinggal dan terpencil.
“Di tengah krisis iklim global dan desakan transisi energi, Indonesia justru punya keunggulan komparatif. Tinggal bagaimana niat politik dan keberpihakan terhadap konsumen diarahkan sejalan dengan kepentingan lingkungan jangka panjang,” imbuhnya.
Tohom menyebut ALPERKLINAS siap mengawal perkembangan EBT dari sisi kepentingan konsumen, juga terkait transparansi biaya dan efisiensi pasokan dari pembangkit-pembangkit ramah lingkungan.
Baca Juga:
ALPERKLINAS Dukung Langkah Pemerintah Belajar ke India, Minta Implementasi Teknologi PLTS Murah Tak Sekadar Wacana
Sebelumnya, CEO Kalla Group, Solihin Kalla, mengungkapkan bahwa pihaknya telah mengembangkan tiga proyek PLTA di Indonesia, yaitu PLTA Poso (515 MW), PLTA Malea (95 MW), dan PLTA Kerinci (315 MW).
Total kapasitas yang berhasil dibangun sejauh ini mencapai sekitar 1.100 MW. Ia mengatakan bahwa khusus untuk PLTA Kerinci, saat ini sedang dalam tahap pengujian dan direncanakan akan mulai terkoneksi ke jaringan nasional PLN pada awal November 2025.
Menurutnya, potensi PLTA di Indonesia masih sangat besar, khususnya di wilayah Sulawesi, Sumatera, dan Papua.