KonsumenListrik.WAHANANEWS.CO, Jakarta - Aliansi Lembaga Perlindungan Konsumen Listrik Nasional (ALPERKLINAS) mengapresiasi langkah sektor swasta yang semakin aktif dalam pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT) di Indonesia.
Ketua Umum ALPERKLINAS, KRT Tohom Purba, menilai keterlibatan swasta merupakan bagian penting dari ekosistem transisi energi yang lebih adil, berkelanjutan, dan berpihak pada konsumen.
Baca Juga:
ALPERKLINAS Minta Masyarakat Waspadai Penipuan Berkedok Peremajaan Meter PLN: Itu Gratis!
“Partisipasi perusahaan seperti Kalla Group dalam proyek PLTA bukan hanya membuktikan kesiapan teknologi kita, tapi juga menunjukkan bahwa semangat mempercepat transisi menuju listrik hijau sudah menjadi kepentingan bersama, bukan monopoli negara,” ujar Tohom, Rabu (6/8/2025).
Tohom memuji komitmen Kalla Group yang telah berhasil membangun tiga proyek PLTA dengan total kapasitas sekitar 1.100 MW, yakni PLTA Poso, PLTA Malea, dan PLTA Kerinci.
Menurutnya, keberhasilan ini menunjukkan bahwa Indonesia sebenarnya punya potensi besar untuk keluar dari ketergantungan energi fosil, selama ada kolaborasi kuat antara pemerintah, BUMN, dan pihak swasta.
Baca Juga:
Utamakan Keselamatan Manusia, ALPERKLINAS Desak Pemerintah Buat Regulasi Wajib Audit Instalasi Listrik Gedung dan Fasilitas Umum
Ia juga menyoroti pentingnya mempercepat integrasi daya dari PLTA ke dalam sistem kelistrikan nasional, seperti yang tengah diupayakan dalam proyek PLTA Kerinci yang dijadwalkan masuk ke jaringan PLN pada November mendatang.
“Ketika listrik dari sumber energi bersih bisa langsung masuk ke national grid, maka konsumen-lah yang akan mendapat manfaat paling besar: harga listrik yang lebih stabil, pasokan yang lebih andal, dan udara yang lebih bersih,” jelasnya.
Tohom menambahkan bahwa model keterlibatan swasta ini harus terus diperluas, terutama untuk kawasan-kawasan dengan potensi PLTA yang masih belum tergarap maksimal seperti Papua, Sulawesi, dan sebagian Sumatera.
Ia mendorong pemerintah agar memberikan regulasi yang ramah investor namun tetap mengutamakan perlindungan terhadap hak-hak konsumen.
"EBT ini bukan hanya soal teknologi dan bisnis, tapi juga soal keadilan energi. Jangan sampai wilayah-wilayah yang kaya potensi malah terus bergantung pada genset diesel atau listrik mahal,” tegas Tohom.
Tohom yang juga CEO dan Pendiri Wahana News Group ini mengatakan bahwa perlu ada semacam kerangka kebijakan yang lebih progresif dari negara untuk menjamin keberlangsungan proyek-proyek EBT, termasuk insentif khusus bagi perusahaan yang berani masuk ke daerah tertinggal dan terpencil.
“Di tengah krisis iklim global dan desakan transisi energi, Indonesia justru punya keunggulan komparatif. Tinggal bagaimana niat politik dan keberpihakan terhadap konsumen diarahkan sejalan dengan kepentingan lingkungan jangka panjang,” imbuhnya.
Tohom menyebut ALPERKLINAS siap mengawal perkembangan EBT dari sisi kepentingan konsumen, juga terkait transparansi biaya dan efisiensi pasokan dari pembangkit-pembangkit ramah lingkungan.
Sebelumnya, CEO Kalla Group, Solihin Kalla, mengungkapkan bahwa pihaknya telah mengembangkan tiga proyek PLTA di Indonesia, yaitu PLTA Poso (515 MW), PLTA Malea (95 MW), dan PLTA Kerinci (315 MW).
Total kapasitas yang berhasil dibangun sejauh ini mencapai sekitar 1.100 MW. Ia mengatakan bahwa khusus untuk PLTA Kerinci, saat ini sedang dalam tahap pengujian dan direncanakan akan mulai terkoneksi ke jaringan nasional PLN pada awal November 2025.
Menurutnya, potensi PLTA di Indonesia masih sangat besar, khususnya di wilayah Sulawesi, Sumatera, dan Papua.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]