Sebagai bentuk penguatan kontrol sosial, Tohom yang juga Pendiri Monitoring Konsumen Listrik Indonesia (MKLI) ini menyarankan agar Kementerian ESDM turut memantau proses distribusi kompensasi.
Ia juga menyarankan adanya kanal pengaduan khusus yang melibatkan lembaga-lembaga independen.
Baca Juga:
Awasi Busana Pengunjung Pura, Pecalang Wanita Hadir di Bali
“Jangan biarkan kompensasi ini hanya berhenti di angka dan sistem internal PLN. Harus ada kanal pengaduan yang terbuka dan cepat ditanggapi jika ada warga yang merasa tidak diakomodasi,” tegasnya.
Selain itu, Tohom memandang peristiwa blackout ini sebagai refleksi penting bagi PLN dan pemerintah dalam memperkuat resiliensi sistem kelistrikan nasional, khususnya di daerah strategis seperti Bali.
Menurutnya, reserve margin yang saat ini hanya berada di kisaran 15 persen menunjukkan bahwa masih ada ruang perbaikan dalam perencanaan daya cadangan dan kesiapsiagaan menghadapi lonjakan beban atau kondisi ekstrem.
Baca Juga:
13 Ribu Pecalang Bali Deklarasi Tolak Preman Berkedok Ormas
“Kita tahu layanan kelistrikan di Bali sudah bertaraf tinggi, bahkan bisa dikatakan kelas dunia. Namun, tetap perlu upaya ekstra dalam membangun sistem yang lebih adaptif, apalagi dengan tren pertumbuhan kebutuhan energi yang sangat dinamis,” kata Tohom.
Tohom menekankan bahwa bukan soal siapa yang salah, tetapi bagaimana momentum ini bisa mendorong penguatan kebijakan energi yang lebih proaktif dan berorientasi jangka panjang.
Ia menyebut, penting bagi semua pemangku kepentingan untuk melihat peristiwa ini sebagai peluang memperkuat keandalan sistem, bukan semata-mata merespons krisis.