Ia menyebutkan bahwa kementerian terkait, termasuk SKK Migas dan Ditjen Migas, perlu menyusun skema koordinasi jangka panjang agar PLN tidak berada dalam posisi menunggu arahan setiap semester.
“Transisi energi tidak bisa berjalan dengan sistem kebijakan tambal-sulam. Harus ada grand strategy lintas lembaga yang mendukung langkah PLN secara struktural dan berkelanjutan,” tegas Tohom.
Baca Juga:
ALPERKLINAS Apresiasi Inovasi Kerjasama PLN dan Perusahaan Sawit Ubah Limbah Cair Kelapa Sawit Jadi Sumber EBT
Sebelumnya, Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo, dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi VII DPR RI, menegaskan bahwa pihaknya telah merancang rencana jangka panjang dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025–2034.
Salah satu pilar utama dalam rencana tersebut adalah pergeseran dari energi berbasis impor menuju energi berbasis produksi dalam negeri, dengan gas bumi sebagai tulang punggung transisi tersebut.
“Tentu saja, kita masih menggunakan batu bara dan gas. Namun, untuk gas, dosisnya kami kelola sedemikian rupa agar bisa tetap berbasis pada produksi domestik,” ujar Darmawan, dikutip Jumat (16/5/2025).
Baca Juga:
Semua Pihak Diimbau Berpartisipasi, MARTABAT Prabowo-Gibran Apresiasi Gerak Cepat Pangdam I BB dan 7 Bupati Bersihkan Otorita Danau Toba
Ia juga mengungkapkan pentingnya keberlanjutan sistem kelistrikan, tidak hanya dari aspek pasokan tetapi juga dari sisi lingkungan hidup.
Sementara itu, Direktur Gas dan BBM PT PLN Energi Primer Indonesia (EPI), Rakhmad Dewanto, menyatakan bahwa pihaknya telah mengamankan pasokan gas hingga Juni 2025.
Namun, PLN masih menunggu arahan pemerintah terkait kelanjutan pasokan untuk semester kedua tahun ini.