Ia menambahkan bahwa inisiatif seperti ini juga harus dikawal dari sisi perlindungan konsumen dan keberlanjutan layanan.
“Jangan sampai semangat besar ini terganggu oleh infrastruktur yang tak terawat atau biaya listrik yang membebani petani dan pembudidaya. Maka dari itu, keberpihakan pada konsumen harus selalu dikedepankan,” ujar Tohom yang juga dikenal sebagai Pengacara Perlindungan Konsumen ini.
Baca Juga:
Dukung Hilirisasi, PLN Siapkan Listrik Andal Untuk Smelter Freeport yang Baru Diresmikan Presiden Jokowi
Tohom menekankan pentingnya keterlibatan masyarakat lokal dalam pemanfaatan listrik produktif, serta perlunya edukasi berkelanjutan agar penggunaan energi menjadi lebih efisien dan tepat guna.
“Ketika listrik masuk ke lahan pertanian dan perikanan, kita bukan hanya bicara soal suplai daya, tapi tentang perubahan peradaban ekonomi masyarakat. Maka pendekatan edukatif menjadi penting agar teknologi yang masuk bisa dimaksimalkan oleh masyarakat,” paparnya.
Lebih lanjut, ALPERKLINAS juga mengingatkan pentingnya keterbukaan data dan transparansi dalam proyek-proyek berbasis elektrifikasi pertanian agar manfaatnya benar-benar menyentuh lapisan masyarakat terbawah.
Baca Juga:
Dukung Hilirisasi, PLN Siapkan Listrik Andal Untuk Smelter Freeport yang Baru Diresmikan Presiden Jokowi
“Keberhasilan panen 41 ton jagung di Sungai Tabuk menjadi bukti nyata. Tapi kita tidak boleh puas. Harus ada monitoring dan transparansi ke depan, agar pertumbuhan yang terjadi bisa berkelanjutan dan adil bagi semua,” tandas Tohom.
Sebelumnya, General Manager PLN UID Kalselteng, Iwan Soelistijono, menyatakan komitmen PLN dalam mendukung proyek pertanian berbasis teknologi sebagai bagian dari program Electrifying Agriculture.
“PLN akan terus hadir untuk memenuhi kebutuhan listrik di kawasan ketahanan pangan di mana pun berada,” kata Iwan.