Konsumenlistrik.com | Direktur Jenderal EBTKE Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana mengatakan bahwa pihaknya bersama PT PLN (Persero) terus melakukan diskusi agar implementasi aturan ini dapat dijalankan. Mengingat, penerapan PLTS atap berpotensi mengganggu bisnis penjualan listrik PLN.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akhirnya angkat bicara mengenai tertundanya implementasi dari Peraturan Menteri ESDM No 26/2021 tentang PLTS Atap.
Baca Juga:
PLN Siap Wujudkan Target 75 GW Pembangkit EBT 2040 Lewat Kolaborasi Swasta
Pemerintah mengakui bahwa pelaksanaan penerapan aturan tersebut di lapangan masih menemui sejumlah hambatan.
Pasalnya, perusahaan setrum pelat merah ini masih mengalami kelebihan pasokan listrik atau oversupply. Sehingga hal tersebut turut menjadi perhatian pemerintah.
"Padahal Permen ini juga sudah disusun dengan baik. Melibatkan stakeholder tetapi kenyataannya isu oversupply semakin menguat," kata Dadan dalam acara Energy Corner CNBC Indonesia, Senin (9/5/2022).
Baca Juga:
PLN Siap Wujudkan Target 75 GW Pembangkit EBT 2040 Lewat Kolaborasi Swasta
Apalagi, selama ini skema pembelian listrik PLN dari pihak swasta melalui kebijakan Take or Pay alias TOP. Artinya mau digunakan atau tidak digunakan, PLN harus tetap membayar sejumlah tagihan dari pembangkit Independent Power Producer (IPP) sesuai dengan kontrak yang disepakati.
"Tidak dipungkiri bahwa PLN ujungnya ke negara tetap harus membayar dari kontrak listrik yang sudah ada, mau dipakai atau tidak ini harus tetap dibayar. Ini angkanya cukup besar," ujarnya.
Oleh sebab itu, menurut Dadan pemerintah perlu melihat persoalan ini lebih realistis lagi. Sehingga diskusi dengan PLN guna mencari titik temu masih terus dilakukan.