Konsumenlistrik.com I Lead Energy Specialist World Bank Indonesia and Timor Leste, Stephan Garnier menyampaikan Indonesia tertinggal dalam penggunaan energi baru dan terbarukn (EBT).
Bank Dunia menyebutkan bahwa sektor energi Indonesia tengah menghadapi tantangan. Upaya mencapai net zero emission carbon atau netral karbon yang ditarget pada tahun 2060 akan menemui beberapa kendala di tengah masih tingginya penggunaan batu bara.
Baca Juga:
Setara Negara Maju, Pendapatan Per Kapita Jakarta Pusat US$50.000
"Indonesia tertinggal dalam penggunaan EBT dan belum memasang standarisasi otomasi dan digitalisasi. Dan juga subsidi batubara dan bahan bakar dan distorsi harga EBT membatasi mobilisasinya," terang Stephan Garnier, Kamis (16/12/2021).
Dia melihat, pada COP-26, Indonesia berkomitmen menciptakan iklim baru dengan mengurangi emisi sebanyak 26% tanpa syarat. Dan apabila ada dukungan dari internasional emisi bisa berkurangan hingga 41%.
Selain itu, Indonesia berkomitmen menciptakan bauran EBT sebanyak 25% pada tahun 2025. Namun sayangnya sampai saat ini bauran tersebut baru mencapai 12%."Itu artinya tantangannya sangat tinggi untuk mencapai percepatan net zero emission," terang Stephan.
Baca Juga:
Kebut Elektrifikasi dan EBT, PLN Kantongi Pendanaan US$ 581,5 Juta dari Bank Dunia
Dari hal itu, Bank Dunia sudah membuat modeling dan skenario untuk mendukung netral karbon di Indonesia, diantaranya adalah untuk Jawa - Bali. Terdapat tiga skenario untuk menggunakan RUPTL yang baru sampai tahun 2040.
Dalam skenario RUPTL 2040, pembangkit batu bara hanya akan dibatasi 70% saja. Dengan skenario ini menunjukan emisi akan diturunkan 40% pada 2040 dan akan menambahkan 6% di skenario emisi tanpa mempertimbangkan facedown batubara ini.
"Intinya untuk mencapai beberapa skenario dibutuhkan reformasi yang sangat lengap," kata Stephan.