Adapun digitalisasi pengelolaan batu bara menjadi langkah strategis perusahaan untuk memastikan rantai pasok batu bara dapat terjaga dengan baik.
PLN membangun sistem manajemen terpusat dan berbasis digital mulai dari perencanaan, transportasi, operasi, hingga evaluasi penggunaan batu bara.
Baca Juga:
Era Energi Terbarukan, ALPERKLINAS: Transisi Energi Harus Didukung Semua Pihak
PLN juga membangun early warning system (EWS) jika terdapat potensi terjadinya keterlambatan stok batu bara, termasuk akibat cuaca buruk.
Direktur Pembinaan Pengusahaan Batubara ESDM Sujatmiko mengatakan berdasarkan Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM Nomor 139.K/HK.02/MEM.B/2021, PLN ataupun pengguna dalam negeri dipastikan mendapat pasokan batu bara langsung dari penambang. Mengingat, saat penambang tidak memenuhi kontrak penjualan dalam negeri, perusahaan tersebut akan mendapatkan sanksi.
Beleid tersebut mengatur sanksi yang lebih tegas kepada perusahaan batu bara yang tidak memenuhi persentase penjualan batu bara Domestic Market Obligation (DMO), atau kontrak penjualan dengan pengguna batu bara dalam negeri.
Baca Juga:
Urgensi Krisis Iklim, ALPERKLINAS Apresiasi Keseriusan Pemerintah Wujudkan Transisi Energi Bersih
Seperti diketahui, pemerintah telah menetapkan kewajiban DMO batu bara sebesar 137,5 juta ton, di mana sekitar 113 juta ton batu bara dialokasikan untuk bahan bakar pembangkit listrik PLN dan IPP, sementara sisanya untuk kebutuhan industri.
Dengan keluarnya Kepmen ini, maka Kementerian ESDM secara berkala melakukan pengawasan DMO pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP), Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) secara berkala.
Melalui koordinasi dengan PLN, Kementerian ESDM akan memastikan jika ada kekurangan dalam jangka bulanan.