"Satu segmen lagi yang penting untuk Indonesia adalah Energy Storage System (ESS)," ungkapnya.
Menurutnya, ESS semacam baterai yang digunakan untuk menyuplai energi. Sistem ini digunakan untuk menyimpan energi dari pembangkit-pembangkit listrik yang memiliki sifat intermittent seperti pembangkit listrik tenaga solar dan angin.
Baca Juga:
Uni Eropa Berlakukan Tarif Tinggi Mobil Listrik Buatan China
"ESS jadi baterai yang kita gunakan untuk bisa menyuplai energi," lanjutnya.
Berdasarkan data yang dia paparkan, permintaan baterai EV di Indonesia pada 2025 masih ada di kisaran 4,7-6 GWh, di tahun 2030 meningkat jadi sekitar 14,7-20,1 GWh, dan pada 2035 akan melonjak signifikan menjadi 47-59,1 GWh.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) sendiri telah menyatakan dukungannya untuk meningkatkan produksi mobil listrik. Jokowi menilai pentingnya ekosistem mobil listrik yang rendah emisi dan ramah lingkungan.
Baca Juga:
Neta Luncurkan Model Ketiga Mobil Listrik di Indonesia, Dukung Pengurangan Emisi Karbon
"Kita mendorong untuk produksi mobil listrik, produksi mobil hybird, tetapi sekali lagi yang semuanya harus ramah lingkungan," jelas Jokowi
Ekonom Indef Tauhid Ahmad memandang, Indonesia akan mampu menguasai industri mobil listrik global di masa depan. Apalagi, Indonesia bisa memiliki sumber baterai listrik dari turunan nikel.
"Setahu saya sumber biaya yang paling mahal dari mobil listrik soal komponen baterai listrik. Karena satu ini kita punya daya saing," jelasnya.