Mengenai subsidi, ia menyebut langkah ini juga masih dipertimbangkan. Bila teknologi yang cukup kompetitif telah ditemukan, pihaknya akan menimbang mengenai apakah mengambil langkah menyeimbangkan biaya (balancing cost).
"Secara keseluruhan kita lihat sektor mana yang bisa dibantu atau segmen ke bawah bisa dibantu nggak dengan balancing cost," imbuhnya.
Baca Juga:
Usai Masak Lupa Matikan Kompor, 1 Unit Rumah Kebakaran di Jaksel
Perlu diketahui, berdasarkan kajian Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementerian ESDM, memang dibutuhkan tambahan biaya alias investasi untuk pengadaan kompor induksi.
Biaya yang diperlukan diperkirakan mencapai Rp 2.477.000 - Rp 5.550.000 per rumah tangga, seperti untuk pengadaan kompor induksi 1.000-2.000 Watt, peralatan masak/utensil, tambah daya listrik, sertifikat laik operasi, hingga instalasi.
Oleh karena itu, dibutuhkan insentif tambahan bagi pelanggan agar bisa berpindah menggunakan kompor listrik.
Baca Juga:
Konsumen, KESDM Terbitkan Aturan Penyediaan Alat Memasak Listrik Rumah Tangga
Berdasarkan kajian, setidaknya kebutuhan insentif dari pemerintah mencapai Rp 15,7 triliun untuk penyediaan kompor induksi, utensil, tambah daya listrik, hingga instalasi ke setiap pelanggan.
Insentif tersebut dengan asumsi diberikan kepada 8 juta penerima manfaat untuk pelanggan berdaya 450 VA (Watt) dan 900 VA sebesar Rp 13,5 triliun termasuk untuk insentif biaya kWh memasak, dan 2 juta pelanggan masyarakat non subsidi di atas 900 VA sebesar Rp 1,2 triliun.
PT PLN (Persero) menargetkan penggunaan kompor induksi atau kompor listrik di tahun 2024 mencapai 8,5 juta. Pengguna kompor listrik akan semakin bertambah pada tahun 2030 mencapai 18,2 juta rumah tangga. Sementara, untuk menggunakan kompor listrik dibutuhkan daya sebesar 2.200 Watt.