KonsumenListrik.WAHANANEWS.CO - Ketua Umum Aliansi Lembaga Perlindungan Konsumen Listrik Nasional (ALPERKLINAS), KRT Tohom Purba, menegaskan pentingnya memperkuat peran Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) di sektor kelistrikan dalam Forum Fasilitasi Pembentukan LPKSM Baru yang digelar Kementerian Perdagangan, Selasa (16/9/2025).
Forum ini digelar oleh Komisi Kerjasama dan Pengkajian Kelembagaan BPKN RI untuk menindaklanjuti amanat Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yang menempatkan LPKSM sebagai mitra strategis pemerintah dalam menjaga hak-hak konsumen.
Baca Juga:
Gakindo Rilis Daftar 10 Merek Mobil Paling Laris di Indonesia 2025
Dalam paparannya, Tohom mengungkapkan listrik sebagai kebutuhan vital yang menyentuh semua aspek kehidupan, yakni dari kenyamanan rumah tangga, layanan kesehatan, hingga keberlangsungan industri dan digitalisasi.
“Listrik adalah hak dasar masyarakat. LPKSM sektor listrik harus diperkuat agar konsumen terlindungi dari pemadaman, hingga minimnya sosialisasi kebijakan,” tegasnya.
Lebih jauh, Tohom memaparkan mengenai keberadaan ALPERKLINAS yang dipimpinnya sejak berdiri pada 2012.
Baca Juga:
Stok Melimpah Tapi Harga Tak Terkendali, YLKI Desak Pemerintah Tuntaskan Polemik Beras
Organisasi ini merupakan aliansi dari lima lembaga konsumen listrik, yakni PLN Watch, LKKI, MKLI, KOPEKLIN, dan LPKKI.
“Kami lahir karena kebutuhan nyata masyarakat untuk mendapatkan advokasi yang fokus pada sektor listrik. ALPERKLINAS sudah terdaftar di jejaring internasional seperti Fisuel, dan kami aktif menyuarakan isu kelistrikan di tingkat global,” jelasnya.
Menurutnya, konsistensi ALPERKLINAS terlihat dari kiprahnya dalam menangani pengaduan masyarakat, memberi masukan kepada stakeholder, hingga terlibat dalam forum internasional.
“Kami hadir bukan hanya untuk menampung aduan, tetapi juga membangun literasi agar konsumen listrik lebih kritis, cerdas, dan berdaya,” ujarnya.
Tohom juga menyoroti persoalan P2TL (Penertiban Pemakaian Tenaga Listrik) yang kerap menimbulkan keresahan di masyarakat.
Ia menilai banyak konsumen tidak memahami hak dan kewajiban mereka saat menghadapi pemeriksaan listrik, sehingga sering kali merasa takut atau tertekan dengan potensi denda.
“Masalah P2TL bukan hanya soal teknis, tapi soal transparansi. Konsumen harus diberi sosialisasi yang jelas, prosedur yang adil, dan kesempatan menyampaikan keberatan melalui tim independen. Tanpa itu, P2TL bisa berubah jadi momok bagi masyarakat,” tegasnya.
Ia menambahkan, idealnya setiap unit PLN melibatkan unsur independen dalam Tim Keberatan P2TL, termasuk dari Kementerian ESDM maupun lembaga konsumen.
“Kalau prosesnya transparan dan akuntabel, kepercayaan masyarakat akan naik. LPKSM di sini berperan penting untuk mendampingi konsumen menghadapi P2TL secara objektif,” kata Tohom.
Sementara itu, dari sisi kelembagaan, BPKN menjelaskan hasil survei LPKSM di enam daerah (Bogor, Cianjur, Tangerang-Banten, Purwakarta, Lampung, dan Bandung).
Hasilnya menunjukkan masih banyak LPKSM menghadapi keterbatasan dana, fasilitas, dan SDM. Padahal, sesuai Pasal 44 ayat (3) UU Perlindungan Konsumen, LPKSM memiliki mandat besar: mulai dari menyebarkan informasi, menerima keluhan konsumen, bekerja sama dengan instansi pemerintah, hingga melakukan pengawasan bersama masyarakat.
Forum ini juga menghadirkan sejumlah tokoh, antara lain Lasminingsih (Ketua Komisi Kerjasama dan Pengkajian Kelembagaan BPKN), Endang Mulyadi (Direktur Pemberdayaan Konsumen Kemendag), Niti Emiliana (Ketua Harian YLKI), dan Ir. Moh. Kisman Pangeran (Ketua YLPK Kota Bogor).
Dengan kolaborasi lintas lembaga, forum ini diharapkan mendorong lahirnya LPKSM baru yang berkualitas, profesional, dan berdaya dalam menjalankan tugasnya.
“Makin kuat LPKSM, makin kokoh perlindungan konsumen Indonesia. Dan ALPERKLINAS siap menjadi teladan dalam hal konsistensi, jejaring internasional, advokasi nyata, serta pendampingan konsumen menghadapi isu-isu sensitif seperti P2TL,” pungkas Tohom.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]