Konsumenlistrik.WahanaNews.co | Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan mayoritas negara sedang berjuang beralih ke energi yang lebih bersih. Caranya, dengan mengurangi emisi karbon dan emisi gas rumah kaca.
Sri Mulyani mengatakan 62 pembangkit listrik milik PT PLN (Persero) saat ini masih berbasis batu bara.
Baca Juga:
Ganti Tahun: Kabel Laut Batam-Pulau Buluh Berhasil Sediakan Listrik 24 Jam untuk Warga Kepri
"Ini adalah penting 62 persen sumber energi (pembangkit listrik) PLN adalah batu bara," ungkap Sri Mulyani dalam acara Sustainable Finance: Instruments and Management in Achieving Sustainable Development of Indonesia di Bali, Rabu (13/7).
Indonesia sendiri berkomitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 314 juta ton CO2 (karbon dioksida) pada 2030. Hal ini ini sesuai dengan target Nationally Determined Contribution (NDC).
Di sisi lain, jumlah masyarakat di Indonesia terus bertambah. Dengan demikian, kebutuhan listrik juga meningkat.
Baca Juga:
PLN Gelontorkan Rp39,3 Triliun untuk Konsumsi Bahan Bakar Solar PLTD
Berdasarkan hitungan Sri Mulyani, negara membutuhkan dana hingga Rp3.500 triliun untuk meningkatkan produksi listrik sekaligus mengurangi emisi bersih.
"Jadi berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk terus meningkatkan produksi listrik sekaligus mengurangi emisi CO2 sebesar 314 juta ton? Ini adalah biaya mengejutkan US$243 miliar. Dana US$243 miliar hanya listrik. Saya akan menerjemahkan ini Rp3.500 triliun," papar Sri Mulyani.
Sri Mulyani menjelaskan dana yang dibutuhkan untuk menurunkan emisi bersih dan menaikkan produksi listrik lebih tinggi dari target belanja negara pada APBN 2022 yang hanya Rp3.106 triliun.
"APBN kita sekitar Rp3.000 triliun. Ini perlu dana besar yang perlu dimobilisasi," ujar Sri Mulyani.
Untuk itu, pemerintah membutuhkan banyak bantuan untuk mencapai target NDC. Misalnya, peran swasta ikut turun tangan menggelontorkan dana untuk memproduksi listrik sekaligus mengurangi emisi karbon di dalam negeri.
Indonesia juga meminta bantuan kepada negara lain untuk menutup kebutuhan biaya memproduksi listrik sekaligus mengurangi emisi bersih di Indonesia.
"Kami ada estimasi biaya segini, alokasi dana dari pemerintah segini, kami bilang ini ada financing gap. Ini siapa yang bayar? Kalau tidak ada yang mau bayar maka akan diskusi terus. Ini bicara tentang proyek yang biayanya mahal," tutup Sri Mulyani. [tum]