Konsumenlistrik.com | Kementerian Investasi berkomitmen untuk terus mendukung pengembangan energi surya di Indonesia supaya masuk ke dalam orde gigawatt melalui beragam fasilitas insentif hingga kemudahan berinvestasi.
Deputi Bidang Perencanaan Penanaman Modal Kementerian Investasi Nurul Ikhwan mengatakan bahwa regulasi terkait dengan pembangkit listrik tenaga surya kini sangat terbuka dengan alokasi untuk UKM dan koperasi berupa penyediaan tenaga listrik untuk pembangkit di bawah 1 megawatt.
Baca Juga:
Layanan SuperSUN PLN, Inovasi Listrik Bersih 24 Jam, Dukung Kemajuan Masyarakat Kepulauan di Sulawesi Selatan
"Apabila untuk pembangunan dan pemasangan instalasi tenaga listrik atas instalasi penyediaan tenaga listrik tegangan rendah dan menengah yang di bawah 36 kilovolt," ujarnya dalam acara bertajuk Indonesia Solar Summit 2022 di Jakarta, Selasa.
Nurul mengatakan bahwa saat ini investasi baru dalam rangka pembangunan pembangkit listrik hanya pada wilayah di luar Jawa dan Bali untuk pemerataan akses energi di berbagai daerah.
Regulasi itu hanya mengecualikan PT PLN (Persero) dan pembangunan pembangkit listrik berbasis energi baru terbarukan.
Baca Juga:
Energi Surya Jadi Sumber Cahaya Bagi Kehidupan Masyarakat Desa Tepian
Dari sisi insentif, Pemerintah telah memberikan serangkaian fasilitas agar pembangunan pembangkit listrik tenaga surya bisa memungkinkan ada beberapa alternatif dari sisi insentif yang diberikan, mulai dari tax holiday, tax allowance, pembebasan bea masuk bahan baku dan barang modal kelistrikan, serta insentif untuk kegiatan penelitian dan pengembangan.
Keempat insentif itu akan memberikan kemudahan bagi para investor yang melakukan penanaman modal di sektor energi baru terbarukan.
Lebih lanjut Nurul menyampaikan bahwa listrik yang bersih akan menentukan masa depan investasi di Indonesia karena dunia hanya akan menerima produk-produk yang dihasilkan dengan dukungan listrik yang bersih. Adapun investor hanya akan berinvestasi di negara yang menyediakan energi yang bersih.
Dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) periode 2021—2030, kata Nurul, pembangkit listrik tenaga surya akan punya andil sekitar 12 persen guna memberikan kesempatan bauran energi baru terbarukan lebih besar untuk Indonesia sampai 2030.
Menurut dia, bauran energi baru terbarukan tersebut punya kesempatan untuk membangun beberapa peluang investasi di dalam negeri, seperti proyek investasi energi surya yang dilakukan oleh PJB Masdar Solar Energy yang membangun PLTS terapung di Waduk Cirata, Jawa Barat berkapasitas 145 megawatt.
Proyek PLTS terapung tersebut akan menjadi yang terbesar di Asia Tenggara dengan rencana investasi senilai 140 juta sampai 145 juta dolar AS.
Selain itu, ada rencana investasi ekspor listrik dari Batam ke Singapura yang merupakan kerja sama beberapa entitas bisnis Indonesia dan Singapura yang didukung oleh pemerintah Indonesia dan pemerintah Singapura.
"Ekspor listrik dari Batam ke Singapura yang akan memberikan kesempatan pada Indonesia untuk lebih meningkatkan produk listrik berbasis surya yang akan diekspor ke Singapura," kata Nurul.
Terkait dengan upaya untuk mengawal investasi, termasuk investasi yang berbasis energi, Kementerian Investasi telah memfasilitasi permasalahan investasi senilai Rp558,7 triliun dari potensi realisasi sebesar Rp708 triliun.
Pada sektor energi terdapat sembilan proyek dengan harga mencapai Rp132,8 triliun. Nilai tersebut setara dengan 23,77 persen dari total nilai potensi investasi yang telah difasilitasi lebih kurang 31 proyek.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa menyebutkan pencapaian target bauran energi hijau sebesar 23 persen pada tahun 2025 memerlukan tambahan kapasitas pembangkit energi terbarukan sekitar 4 gigawatt di luar proyek PLN.
Tambahan itu bisa disumbang oleh PLTS baik PLTS atap maupun penggunaan PLTS di wilayah usaha non-PLN.
Menurut dia, Indonesia bisa menjadi gardu listrik surya di Asia Tenggara dengan potensi pertumbuhan 3—4 gigawatt per tahun.
"Ini membuka kesempatan mengalirnya investasi hijau, kesempatan menumbuhkan industri PLTS terintegrasi dari hulu ke hilir, dan penyerapan tenaga kerja serta daya dorong pemulihan ekonomi pasca-COVID-19. Presiden Jokowi perlu melihat potensi ini dan memimpin revolusi energi surya untuk transisi energi di Indonesia," ucap Fabby. [tum]