Menurutnya, keadilan dalam transisi energi bukan hanya soal mengurangi emisi, tetapi juga memastikan tarif listrik tetap terjangkau.
Ia juga menyoroti pernyataan Menteri ESDM yang belum memastikan kapan PLTU batu bara akan dipensiunkan. Menurutnya, hal ini adalah bentuk kejujuran politik energi.
Baca Juga:
PLTU Masih Akan Ditambah hingga 2034, ALPERKLINAS Desak Pemerintah Minimalkan Dampak Emisi terhadap Dunia dan Masyarakat
“Bahlil tidak menjanjikan hal yang belum tentu bisa dipenuhi. Peralihan ke energi bersih butuh strategi matang, insentif pembiayaan murah, dan infrastruktur yang siap. Jangan sampai transisi terburu-buru justru membebani konsumen,” papar Tohom yang juga Anggota Aliansi Konsumen ASEAN ini.
Lebih lanjut, Tohom mengingatkan bahwa negara-negara maju pun masih bergantung pada energi fosil meskipun mereka gencar mengkampanyekan energi terbarukan.
“Bahkan di forum internasional, saya melihat banyak negara yang masih mengandalkan batu bara untuk menopang industrinya. Jadi jangan sampai Indonesia terjebak dalam standar ganda global,” tegasnya.
Baca Juga:
PLN Tuntaskan Proyek Listrik Strategis di Sumsel, 210 Tower Melintasi Lima Wilayah
Sebelumnya, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menyatakan pihaknya akan mendorong pembangunan PLTU ramah lingkungan jika pembangkit tersebut tetap diperlukan di masa depan.
Ia juga menegaskan belum ada strategi yang membuat energi bersih terjangkau bagi semua pihak, sehingga belum dapat memastikan kapan PLTU batu bara dipensiunkan.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]