WAHANANEWS.CO, Jakarta - Aliansi Lembaga Perlindungan Konsumen Listrik Nasional (ALPERKLINAS) mengapresiasi langkah Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia yang mendorong penerapan teknologi Carbon Capture and Storage (CCS) pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara.
Menurut ALPERKLINAS, inisiatif ini menunjukkan adanya kemauan pemerintah untuk mencari titik tengah antara kebutuhan energi nasional dan tuntutan pengurangan emisi karbon.
Baca Juga:
PLTU Masih Akan Ditambah hingga 2034, ALPERKLINAS Desak Pemerintah Minimalkan Dampak Emisi terhadap Dunia dan Masyarakat
Ketua Umum ALPERKLINAS, KRT Tohom Purba, menegaskan bahwa langkah Bahlil merupakan pendekatan realistis di tengah sulitnya beralih secara penuh ke energi bersih yang terjangkau.
“Indonesia adalah negara kaya batu bara. Mematikan PLTU secara mendadak tanpa alternatif yang memadai sama saja dengan mengorbankan stabilitas energi dan perekonomian. Teknologi CCS menjadi jembatan logis agar energi fosil tetap dapat dimanfaatkan dengan dampak lingkungan yang lebih terkendali,” ujarnya, Senin (11/8/2025).
Tohom menjelaskan, selama ini narasi bahwa PLTU identik dengan polusi memang sulit dihindari. Namun, perkembangan teknologi penangkap karbon telah membuka peluang baru untuk mengubah stigma tersebut.
Baca Juga:
PLN Tuntaskan Proyek Listrik Strategis di Sumsel, 210 Tower Melintasi Lima Wilayah
“Jika teknologi ini benar-benar diimplementasikan secara konsisten dan diawasi ketat, kita bisa menghasilkan energi yang relatif bersih tanpa mengorbankan pasokan listrik nasional,” kata Tohom.
Ia menambahkan, transisi energi yang tergesa-gesa justru bisa menjadi bumerang bagi masyarakat, terutama konsumen listrik.
“Kalau biaya produksi listrik melonjak akibat kebijakan yang terlalu terburu-buru, ujung-ujungnya beban itu akan ditanggung konsumen. Ini yang harus diantisipasi pemerintah sejak awal,” tegasnya.
Menurutnya, keadilan dalam transisi energi bukan hanya soal mengurangi emisi, tetapi juga memastikan tarif listrik tetap terjangkau.
Ia juga menyoroti pernyataan Menteri ESDM yang belum memastikan kapan PLTU batu bara akan dipensiunkan. Menurutnya, hal ini adalah bentuk kejujuran politik energi.
“Bahlil tidak menjanjikan hal yang belum tentu bisa dipenuhi. Peralihan ke energi bersih butuh strategi matang, insentif pembiayaan murah, dan infrastruktur yang siap. Jangan sampai transisi terburu-buru justru membebani konsumen,” papar Tohom yang juga Anggota Aliansi Konsumen ASEAN ini.
Lebih lanjut, Tohom mengingatkan bahwa negara-negara maju pun masih bergantung pada energi fosil meskipun mereka gencar mengkampanyekan energi terbarukan.
“Bahkan di forum internasional, saya melihat banyak negara yang masih mengandalkan batu bara untuk menopang industrinya. Jadi jangan sampai Indonesia terjebak dalam standar ganda global,” tegasnya.
Sebelumnya, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menyatakan pihaknya akan mendorong pembangunan PLTU ramah lingkungan jika pembangkit tersebut tetap diperlukan di masa depan.
Ia juga menegaskan belum ada strategi yang membuat energi bersih terjangkau bagi semua pihak, sehingga belum dapat memastikan kapan PLTU batu bara dipensiunkan.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]