Menurutnya, perlu keterlibatan media yang berintegritas untuk mengawal pembangunan proyek-proyek vital seperti ini agar tidak menyisakan kontroversi sosial atau ekologis.
“Publik harus tahu bahwa teknologi PLTU superkritis yang digunakan punya efisiensi tinggi dan emisi lebih rendah dari PLTU konvensional. Ditambah lagi integrasi PLTS sebagai penyeimbang beban karbon. Ini adalah bentuk tanggung jawab sosial dan lingkungan yang layak diapresiasi,” tegasnya.
Baca Juga:
HKBP Distrik XIX Bekasi Helat Seminar dan Workshop 'Green Energy' Pemanfaatan Panel Surya
Lebih lanjut, ia mengingatkan agar pembangunan pembangkit tidak hanya mengejar target kapasitas, tapi juga memastikan alih teknologi dan kontribusi terhadap pengembangan tenaga kerja lokal.
“Transisi energi adalah momen besar untuk peningkatan kompetensi SDM kita. Jangan sampai proyek raksasa ini hanya dikuasai teknokrat asing,” pungkasnya.
Sebelumnya, Group Gallant Venture Ltd, melalui anak perusahaannya PT Batamindo Investment Cakrawala (PT BIC), telah mengumumkan rencana investasi senilai hingga USD 3 miliar untuk membangun pembangkit listrik batu bara berkapasitas total 2 GW serta PLTS 400 MW di Pulau Setokok, Batam.
Baca Juga:
Dorong Pemanfaatan Panel Surya, HKBP Distrik XIX Bekasi Helat Seminar dan Workshop Green Energy
Menurut Direktur Eksekutif Gallant Venture, Choo Kok Kiong, proyek ini merupakan respon atas lonjakan permintaan energi di kawasan industri Batamindo dan rencana ekspansi kawasan industri Bintan serta resor Bintan yang akan menambah 2.000 kamar hotel.
Fase pertama proyek ini mencakup pembangunan tiga unit PLTU superkritis masing-masing berkapasitas 350 MW dan infrastruktur pendukung lainnya.
Sedangkan fase kedua akan menambah dua unit PLTU 600 MW, fasilitas PLTS 400 MW, dan kabel transmisi bawah laut yang menghubungkan sistem kelistrikan Batam-Bintan-Bulan.