WAHANANEWS.CO, Jakarta - Aliansi Lembaga Perlindungan Konsumen Listrik Nasional (ALPERKLINAS) mengapresiasi langkah strategis PLN Indonesia Power dalam memperkuat transisi energi bersih melalui pembangunan pabrik panel surya terintegrasi pertama di Indonesia.
Menurut Ketua Umum ALPERKLINAS, KRT Tohom Purba, ini adalah inovasi industri yang juga merupakan tonggak penting dalam menjawab tantangan kemandirian energi nasional yang berkelanjutan.
Baca Juga:
Energi Terbarukan Semakin Masif, ALPERKLINAS Apresiasi Rencana Pembangunan PLTB di Cirebon
“Langkah ini menunjukkan bahwa Indonesia tidak lagi hanya menjadi pasar produk energi terbarukan dari luar negeri, tetapi juga mampu menjadi produsen utama yang mandiri. Ini sangat krusial dalam upaya mengurangi ketergantungan impor dan mengakselerasi pencapaian Net Zero Emission 2060,” ujar Tohom, Sabtu (3/5/2025).
PLN Indonesia Power, melalui kerja sama dengan Trina Solar Co. Ltd dan PT Dian Swastatika Sentosa, telah membentuk PT Trina Mas Agra Indonesia (TMAI) yang menjadi pabrik panel surya terintegrasi pertama di Indonesia.
Pabrik ini memproduksi sel dan modul surya dalam satu lokasi dengan teknologi mutakhir Tunnel Oxide Passivated Contact (TOPCon) yang memiliki efisiensi hingga 23,2%, angka yang melampaui rata-rata efisiensi panel lokal saat ini.
Baca Juga:
RUPTL Baru Telah Ditandatangani Menteri ESDM, ALPERKLINAS Apresiasi Porsi EBT Capai 60 Persen
Tohom menyebut bahwa efisiensi tinggi dari panel surya buatan TMAI memberikan keuntungan signifikan, tidak hanya secara teknis, tetapi juga dari sisi keekonomian proyek PLTS di berbagai sektor.
“Teknologi TOPCon yang digunakan TMAI bukan hanya soal efisiensi, tapi juga membuka jalan bagi Indonesia untuk memiliki bargaining position dalam pasar global panel surya. Ini menjadi penanda bahwa industri energi terbarukan Indonesia siap naik kelas,” jelas Tohom.
Ia juga menuturkan pentingnya penguatan industri dari hulu ke hilir seperti yang dilakukan PLN Indonesia Power.
Menurutnya, pendekatan komprehensif ini menjadi kunci keberhasilan pengembangan EBT, karena tidak hanya bergantung pada pembangunan pembangkit, tetapi juga memastikan rantai pasok dan pemeliharaan dikelola secara profesional dan mandiri.
Tohom yang juga Mantan Ketua Gabpeknas (Gabungan Pengusaha Kontraktor Nasional) ini mengatakan bahwa keterlibatan sektor swasta dalam integrasi proyek PLTS adalah keniscayaan.
"Jika semua pihak, terutama sektor BUMN dan swasta bekerja dalam koridor sinergi, maka target transisi energi bisa dipercepat secara signifikan,” tegasnya.
Lebih jauh, Tohom mengajak pemerintah untuk lebih tegas memberikan insentif fiskal dan regulasi yang mendorong akselerasi adopsi PLTS, termasuk memperkuat ekosistem pembiayaan yang menjamin bankability proyek-proyek EBT.
“Dukungan fiskal dan jaminan regulasi menjadi fondasi penting. Jangan sampai kemajuan industri seperti TMAI ini terhambat karena minimnya ekosistem pendukung yang berpihak pada investasi hijau,” tandasnya.
Sebelumnya, Direktur Utama PLN Indonesia Power, Edwin Nugraha Putra, mengatakan bahwa Indonesia memiliki potensi tenaga surya sebesar 3.295 Gigawatt (GW) dan memanfaatkan potensi tersebut secara optimal menjadi kunci dalam mendukung transisi energi bersih.
“Transisi menuju energi bersih bukan lagi sekadar wacana. Ini adalah perjalanan yang sudah kami mulai, dan kami terbuka untuk berkolaborasi dengan seluruh pihak,” ujar Edwin dalam ajang Solar Tech Indonesia 2025 di JIExpo Kemayoran.
Edwin menambahkan bahwa selain pembangunan pabrik panel, PLN Indonesia Power melalui anak usahanya juga aktif dalam pembangunan, pemasangan, dan pemeliharaan PLTS, termasuk proyek-proyek besar seperti PLTS di PT AIIA, PT ADSMIN, dan Toyota Motor Manufacturing Indonesia.
Selain itu, PLN Indonesia Geothermal juga turut mengembangkan PLTS di berbagai wilayah, dengan kapasitas total 21,5 Megawatt Peak (MWp).
[Redaktur: Mega Puspita]