KonsumenListrik.WAHANANEWS.CO, Jakarta - Di tengah upaya pemerintah mendorong penggunaan energi bersih berbasis limbah kota, Aliansi Lembaga Perlindungan Konsumen Listrik Nasional (ALPERKLINAS) menyampaikan keprihatinan serius terhadap potensi lonjakan beban biaya yang mungkin ditanggung oleh konsumen.
Ketua Umum ALPERKLINAS, KRT Tohom Purba, meminta pemerintah mengkaji ulang skema biaya produksi listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) atau yang kini dikenal sebagai Pengolahan Sampah Menjadi Energi Listrik (PSEL).
Baca Juga:
Antisipasi Lonjakan Konsumsi Listrik 2029, ALPERKLINAS Apresiasi Rencana Group Gallant Venture Ltd Bangun Pembangkit Listrik di Batam
Menurut Tohom, keberadaan proyek PSEL seperti yang sedang dikembangkan di Kota Palembang memang menjanjikan solusi atas tumpukan sampah dan ketergantungan pada energi fosil.
Namun, ia mengingatkan bahwa jangan sampai semangat memproduksi energi hijau justru menjadi dalih untuk menaikkan tarif listrik bagi masyarakat.
"Jangan sampai niat baik mengubah sampah menjadi listrik justru berujung pada penderitaan konsumen. Kami meminta pemerintah transparan soal perhitungan biaya produksi dan memastikan agar tidak ada biaya tambahan yang secara diam-diam dibebankan kepada rakyat," tegas Tohom, Kamis (19/6/2025).
Baca Juga:
Target Transisi Energi Bersih 100 Persen di 2029, ALPERKLINAS Apresiasi Raksasa Farmasi Bayer Indonesia Gunakan PLTS Atap Demi Kurangi Emisi Karbon
Sebagai informasi, proyek PSEL di Palembang diproyeksikan mampu menghasilkan energi listrik hingga 20 megawatt (MW), dengan sekitar 17,7 MW disalurkan ke jaringan PLN.
Namun, biaya produksi dari teknologi insinerasi modern yang digunakan pada PLTSa memang tergolong mahal. Hal inilah yang menjadi sorotan utama ALPERKLINAS.
Tohom menyampaikan bahwa pemerintah perlu memformulasikan ulang kebijakan insentif dan subsidi untuk pembangkit energi berbasis sampah.