KonsumenListrik.WAHANANEWS.CO, Jakarta - Insiden kebakaran yang baru-baru ini menghanguskan sebuah pabrik konveksi di Kelurahan Bojongkerta, Bogor Selatan, Kota Bogor, kembali memunculkan tudingan cepat terhadap listrik sebagai biang keladinya.
Menyikapi fenomena ini, Aliansi Lembaga Perlindungan Konsumen Listrik Nasional (ALPERKLINAS), buka suara dan mengimbau masyarakat serta aparat untuk tidak gegabah mengkambinghitamkan listrik sebelum hasil investigasi resmi keluar.
Baca Juga:
Srikandi PLN Binjai Dorong Transisi Energi Bersih lewat Edukasi Kendaraan Listrik
"Seringkali listrik langsung dijadikan tersangka utama sebelum dilakukan investigasi yang sahih. Ini tidak adil dan bisa merusak persepsi publik terhadap sistem kelistrikan nasional," tegas Ketua Umum Aliansi Lembaga Perlindungan Konsumen Listrik Nasional (ALPERKLINAS), KRT Tohom Purba pada Konsumen Listrik, Sabtu (26/4/2025).
Menurut Tohom, persepsi yang terbentuk akibat tudingan prematur tersebut bisa berdampak negatif terhadap kepercayaan konsumen terhadap penyediaan listrik.
Ia juga menuturkan bahwa faktor penyebab kebakaran bisa beragam, mulai dari kualitas instalasi listrik internal, umur perangkat listrik yang digunakan, hingga faktor-faktor non-listrik lainnya seperti kelalaian manusia atau kegagalan sistem lain.
Baca Juga:
PLN Butuh Investasi Rp 2.721 T, ALPERKLINAS Desak Pemerintah Buat Regulasi Ciptakan Pembiayaan
"Harus dipahami, begitu listrik masuk ke dalam properti konsumen, tanggung jawab terhadap keamanan instalasi bukan lagi di tangan penyedia listrik, melainkan di tangan pemilik bangunan dan instalator resmi," jelasnya.
Tohom menyoroti pentingnya masyarakat memahami bahwa penyebab kebakaran harus diungkap secara profesional, berbasis data dan bukti ilmiah, bukan sekadar asumsi.
"Menyalahkan listrik tanpa dasar bukan hanya kontraproduktif, tapi juga bisa mengaburkan penyebab sebenarnya dan memperlambat upaya pencegahan di masa depan," tambahnya.
Tohom yang juga menjabat sebagai Penasehat DPP Persatuan Artis Batak Indonesia (PARBI) ini mengungkapkan, dalam banyak kasus, kualitas instalasi listrik di gedung-gedung besar atau pabrik seharusnya sudah memenuhi standar tinggi.
"Pabrik ekspor apalagi, pasti instalasinya lebih ketat dibanding rumah biasa. Maka jangan buru-buru menunjuk korsleting listrik sebelum investigasi teknis selesai," katanya menegaskan.
Dalam pandangan Tohom, jika memang instalasi listrik yang menjadi penyebab, maka hal tersebut pun perlu diperinci: apakah karena instalasi yang salah, peralatan yang sudah usang, atau karena perubahan ilegal yang dilakukan tanpa sertifikasi.
"Transparansi hasil investigasi sangat penting. Kita harus mengedukasi publik agar tidak langsung melempar kesalahan pada faktor yang belum terverifikasi," tegasnya lagi.
Sebelumnya, kritik serupa juga pernah disampaikan oleh mantan Asisten Manajer Distribusi PLN Bima, Syafrudin, yang mengingatkan bahwa aparat sebaiknya tidak gegabah mengaitkan kebakaran dengan hubungan arus pendek (HAP) sebelum hasil penyelidikan yang sah keluar.
Ia menyebutkan bahwa keamanan instalasi dalam gedung menjadi tanggung jawab pelanggan dan instalator, serta pentingnya koordinasi dengan PLN saat terjadi kebakaran untuk memastikan keselamatan dan mempercepat penanganan.
“Biasanya di mana pun terjadi kebakaran, aparat langsung menyebut HAP tanpa pemeriksaan mendalam. Ini berbahaya karena bisa membentuk opini negatif terhadap PLN, padahal instalasi dalam gedung itu tanggung jawab pelanggan dan instalator, bukan PLN,” ujarnya.
Ia juga menegaskan bahwa PLN telah melengkapi sistem distribusi listrik dengan berbagai perangkat pengaman canggih untuk meminimalisasi risiko HAP, dan bahwa HAP biasanya terjadi akibat kesalahan instalasi, peralatan yang sudah tua, atau perubahan instalasi yang dilakukan sembarangan.
[Redaktur: Sobar Bahtiar]