KonsumenListrik.WAHANANEWS.CO - Aliansi Lembaga Perlindungan Konsumen Listrik Nasional (ALPERKLINAS) menegaskan bahwa edukasi konsumen mengenai kelistrikan tidak boleh berhenti hanya pada urusan membayar tagihan atau membeli token.
Organisasi ini mendorong masyarakat untuk memahami fitur, kode fungsi pada meteran listrik, hingga cara membaca indikator pemakaian agar tidak mudah panik atau salah paham saat terjadi gangguan teknis.
Baca Juga:
Berikut 6 Tips Belanja Cerdas di Era Digital
Ketua Umum ALPERKLINAS, KRT Tohom Purba, menilai masih banyak konsumen PLN yang hanya mengetahui cara memasukkan token tanpa memahami fungsi tombol-tombol yang tersedia.
Padahal, menurutnya, di balik sistem digital prabayar, terdapat fitur kendali sederhana yang sebenarnya bisa membantu pelanggan mengelola konsumsi dan mengantisipasi masalah sejak dini.
“Tohom menegaskan, edukasi tentang kelistrikan bukan hanya tanggung jawab PLN, tetapi juga menjadi kebutuhan mendesak konsumen modern. Kalau konsumen tahu kode pengecekan arus, tegangan, atau cara mengatur batas alarm kedip dan bunyi, maka mereka akan lebih tenang saat menghadapi kondisi tertentu,” ujarnya, Jumat (17/10/2025).
Baca Juga:
Jaga Daya Beli Konsumen, ALPERKLINAS Harap Pemerintah Tetap Berikan Diskon Listrik Tahun 2026
Ia mencontohkan beberapa kode penting pada meteran listrik prabayar yang sering diabaikan pelanggan.
Misalnya kode 456 untuk mengatur alarm batas minimal kWh, kode 812 untuk jeda bunyi sementara, kode 37 untuk cek sisa pulsa, kode 41 untuk melihat tegangan listrik, dan kode 44 untuk memantau arus.
Menurutnya, kode-kode ini bukan sekadar fitur tambahan, tetapi bagian dari literasi konsumen yang wajib dipahami.
Tohom mengatakan, banyak keluhan konsumen yang sebenarnya bisa selesai tanpa harus menunggu datangnya petugas PLN, asalkan konsumen memahami fungsi-fungsi dasar tersebut.
“Sering kali yang terjadi adalah suara alarm berbunyi, konsumen panik, langsung komplain. Padahal ada kode yang bisa dimasukkan untuk menunda bunyi sebelum isi ulang. Ini contoh kecil pentingnya belajar,” tambahnya.
Tohom yang juga Salah satu Pendiri Perkumpulan Perlindungan Konsumen Nasional ini mengatakan bahwa peningkatan literasi teknis seperti ini akan membangun budaya konsumen yang tidak hanya reaktif, tetapi juga proaktif.
Menurutnya, negara butuh konsumen yang kritis namun juga paham teknologi, bukan hanya menjadi pengguna yang pasif.
Ia menekankan bahwa edukasi harus dikemas lebih ringan dan bisa disebarkan melalui kanal-kanal media sosial agar lebih mudah dipahami berbagai lapisan masyarakat.
“Kalau edukasi disampaikan dengan bahasa teknis saja, tak semua orang tertarik. Tapi kalau dibikin seperti tips harian, itu bisa lebih cepat diterima,” jelasnya.
Tohom berharap ke depan, setiap perangkat kWh meter prabayar tidak hanya dilengkapi buku panduan, tetapi juga QR Code yang langsung terhubung ke video tutorial interaktif.
Dengan begitu, konsumen dapat belajar mandiri tanpa harus menunggu petugas datang atau mencari informasi dari sumber yang belum tentu valid.
Sebelumnya, Manager Komunikasi dan TJSL PLN UID Jawa Barat, Nurmalitasari, menjelaskan bahwa ada dua sistem layanan listrik yang digunakan PLN, yakni pascabayar dan prabayar.
Keduanya menggunakan kWh meter, namun sistem prabayar memiliki fitur tambahan berupa tombol angka untuk mengakses sejumlah fungsi teknis.
“Kalau yang pascabayar itu tidak ada tombol angkanya. Tapi yang prabayar, konsumen bisa memasukkan kode tertentu untuk mengecek tegangan, sisa pulsa, atau bahkan mengatur alarm batas pemakaian,” ujarnya.
[Redaktur: Mega Puspita]