Menurut Tohom, sistem kelistrikan PLN saat ini semakin sensitif terhadap gangguan lokal akibat tingginya interkoneksi antarwilayah.
Karena itu, setiap pengelola pembangkit harus mampu menjamin bahwa kondisi di kawasan mereka tidak memperbesar risiko gangguan sistemik.
Baca Juga:
Ikut Berperan Dukung Pembangunan Daerah, ALPERKLINAS Apresiasi PLN UIW NTT Kolaborasi dengan Pemkab Ende Bangun Infrastruktur Kelistrikan
“Satu titik masalah bisa berdampak ke wilayah yang jauh lebih luas. Tanggung jawab perusahaan pembangkit bukan hanya terhadap asetnya, tapi terhadap masyarakat pengguna listrik secara nasional,” ucapnya.
Tohom juga menyampaikan pandangan mengenai transformasi tata kelola perusahaan pembangkit ke depan.
“Indonesia menuju era sistem tenaga berbasis interkoneksi besar dan energi terbarukan. Itu berarti setiap pembangkit harus mengadopsi standar resilience kelas dunia, bukan standar minimal operasional. Inilah saatnya industri energi membangun reputasi sebagai penjaga ketahanan listrik nasional,” katanya.
Baca Juga:
PLN Jawa Barat Terangi Ribuan Rumah Tangga Lewat Light Up The Dream
Ia pun melihat perlunya langkah evaluasi yang lebih menyeluruh serta penguatan pengawasan kawasan pembangkit, sebagai bagian dari upaya kolektif membangun ekosistem kelistrikan yang makin tangguh dan berkelanjutan.
“Kami mendorong semua perusahaan pembangkit melakukan audit mitigasi risiko secara reguler. Jangan tunggu terjadi bencana baru melakukan pembenahan. Konsumen punya hak atas listrik yang aman, andal, dan berkesinambungan,” tuturnya.
Sebelumnya, PT Kencana Energi Lestari Tbk (KEEN) melaporkan telah terjadi tanah longsor di area proyek PLTA Pakkat, Humbang Hasundutan, Sumatra Utara, pada 3 Desember 2025 pukul 14.30 WIB.