KonsumenListrik.WAHANANEWS.CO – Aliansi Lembaga Perlindungan Konsumen Listrik Nasional (ALPERKLINAS) menanggapi serius insiden tanah longsor yang terjadi di area proyek PLTA Pakkat milik PT Kencana Energi Lestari Tbk (KEEN), beberapa waktu lalu.
Organisasi ini menilai peristiwa tersebut menjadi alarm penting bagi seluruh perusahaan pembangkit agar memperkuat pengelolaan kawasan, khususnya yang berada di wilayah rawan bencana, demi mencegah terganggunya pasokan listrik ke sistem jaringan PLN.
Baca Juga:
Ikut Berperan Dukung Pembangunan Daerah, ALPERKLINAS Apresiasi PLN UIW NTT Kolaborasi dengan Pemkab Ende Bangun Infrastruktur Kelistrikan
Ketua Umum ALPERKLINAS, KRT Tohom Purba, menegaskan bahwa insiden seperti ini tidak boleh dipandang sekadar sebagai force majeure yang selesai dengan pelaporan administratif.
“Kawasan pembangkit itu bagian dari ekosistem penyediaan listrik nasional. Ketika kawasan tidak dikelola dengan pendekatan mitigasi risiko yang kuat, konsumenlah yang paling rentan menanggung akibatnya,” ujarnya, Jumat (5/12/2025).
Tohom menilai pembenahan kawasan pembangkit harus menjadi prioritas strategis, bukan sebatas respons ketika insiden terjadi.
Baca Juga:
PLN Jawa Barat Terangi Ribuan Rumah Tangga Lewat Light Up The Dream
“Kita butuh budaya proactive risk management, bukan reactive crisis handling. Perusahaan pembangkit, sekecil apa pun skala proyeknya, harus memetakan potensi bencana secara komprehensif dan memperkuat infrastruktur pendukung,” katanya.
Ia juga mengungkapkan perlunya integrasi antara standar teknis pembangkit, manajemen lingkungan, hingga kesiapsiagaan darurat.
“Benahi kawasan berarti mengelola lereng, vegetasi, drainase, akses, hingga early-warning system. Semua itu bermuara pada satu hal: keandalan pasokan listrik untuk konsumen,” tegasnya.
Menurut Tohom, sistem kelistrikan PLN saat ini semakin sensitif terhadap gangguan lokal akibat tingginya interkoneksi antarwilayah.
Karena itu, setiap pengelola pembangkit harus mampu menjamin bahwa kondisi di kawasan mereka tidak memperbesar risiko gangguan sistemik.
“Satu titik masalah bisa berdampak ke wilayah yang jauh lebih luas. Tanggung jawab perusahaan pembangkit bukan hanya terhadap asetnya, tapi terhadap masyarakat pengguna listrik secara nasional,” ucapnya.
Tohom juga menyampaikan pandangan mengenai transformasi tata kelola perusahaan pembangkit ke depan.
“Indonesia menuju era sistem tenaga berbasis interkoneksi besar dan energi terbarukan. Itu berarti setiap pembangkit harus mengadopsi standar resilience kelas dunia, bukan standar minimal operasional. Inilah saatnya industri energi membangun reputasi sebagai penjaga ketahanan listrik nasional,” katanya.
Ia pun melihat perlunya langkah evaluasi yang lebih menyeluruh serta penguatan pengawasan kawasan pembangkit, sebagai bagian dari upaya kolektif membangun ekosistem kelistrikan yang makin tangguh dan berkelanjutan.
“Kami mendorong semua perusahaan pembangkit melakukan audit mitigasi risiko secara reguler. Jangan tunggu terjadi bencana baru melakukan pembenahan. Konsumen punya hak atas listrik yang aman, andal, dan berkesinambungan,” tuturnya.
Sebelumnya, PT Kencana Energi Lestari Tbk (KEEN) melaporkan telah terjadi tanah longsor di area proyek PLTA Pakkat, Humbang Hasundutan, Sumatra Utara, pada 3 Desember 2025 pukul 14.30 WIB.
Dalam keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia, Corporate Secretary KEEN Diana Limardi menyampaikan bahwa tidak ada korban jiwa dan perusahaan tengah melakukan investigasi lanjutan untuk memastikan dampak operasional maupun finansial.
Seluruh aset PLTA Pakkat disebut telah ditanggung asuransi, dan KEEN menegaskan peristiwa tersebut merupakan force majeure sesuai ketentuan dalam PPA.
[Redaktur: Mega Puspita]