Energynews.id | Di tengah situasi global yang mengalami krisis pangan, krisis energi, dan krisis keuangan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) optimistis ekonomi Indonesia akan jauh lebih baik daripada sebelumnya.
Berbagai target diusung pemerintah dalam menghadapi 2023.
Baca Juga:
Menteri BUMN Erick Thohir Tanggapi Isu Pasangan Calon Nomor Urut 2
Tahun depan pemerintah menargetkan defisit anggaran maksimal 3 persen atau 2,85 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) menjadi Rp 598,2 triliun. Target itu lebih rendah dibandingkan outlook tahun ini sebesar Rp 732,2 triliun atau 3,93 persen terhadap PDB.
Target tersebut diusung dengan mencermati kebutuhan belanja negara dan optimalisasi pendapatan negara. Pendapatan negara pada 2023 dirancang Rp 2.443 triliun dan belanja negara Rp 3.041,7 triliun.
”Defisit anggaran 2023 merupakan tahun pertama kita kembali ke defisit maksimal 3 persen terhadap PDB,” jelas presiden saat penyampaian nota keuangan dan RUU tentang APBN 2023 kemarin (16/8).
Baca Juga:
Realisasi Subsidi Energi Tembus Rp157 Triliun, Tertinggi Sejak 2015
Dalam kesempatan pidato kenegaraan pada Sidang Tahunan MPR RI, Presiden Joko Widodo menyebutkan bahwa hingga pertengahan 2022, APBN surplus Rp 106 triliun.
Hal itu berdampak pada banyak hal. Pemerintah mampu memberikan subsidi BBM, subsidi LPG, dan subsidi listrik sebesar Rp 502 triliun tahun ini.
Namun, sejumlah poin penting menjadi sorotan setelah penyampaian nota keuangan kemarin. Salah satunya, bahasan subsidi energi. Tahun depan pemerintah menetapkan anggaran belanja subsidi sebesar Rp 297,18 triliun.