Energynews.id | Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Said Abdullah mendesak pemerintah tentang perlunya mengubah subsidi energi, dari yang semula berbasis komoditas menjadi berorientasi pada orang yang berhak. Subsidi energi tersebut meliputi subsidi listrik, LPG 3 kg, hingga bahan bakar minyak (BBM).
“Pemerintah perlu mengubah sasaran subsidi energi tertuju pada keluarga miskin, bukan komoditas,” ujar Said saat dihubungi.
Baca Juga:
Bersama Timpora Kantor Imigrasi, Pemerintah Kota Bekasi Siap Awasi Pergerakan Warga Asing
Berdasarkan Data Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), dari 50,2 juta atau sebesar 32% rumah tangga yang menerima program subsidi LPG, di antaranya hanya 22% rumah tangga dengan kondisi sosial ekonomi terendah yang menikmati subsidi LPG, sementara 86% sisanya dinikmati oleh kelompok yang lebih mampu.
“Hal ini terjadi karena tabung LPG subsidi diperjualbelikan bebas di pasaran bersamaan dengan LPG non subsidi dengan selisih harga yang jauh, sehingga mayoritas rumah tangga menggunakan LPG subsidi,” tambah politisi PDI-Perjuangan tersebut.
Di sisi lain, subsidi listrik sebagian besar justru dinikmati kelompok yang tergolong mampu secara ekonomi. Ironisnya, hanya 26% kelompok miskin dan rentan yang menikmati subsidi listrik.
Baca Juga:
Banggar DPR RI Setujui Postur Makro Fiskal yang Jadi Acuan RAPBN 2024
Hal ini terjadi karena sebagian rumah tangga kaya masih menggunakan konsumsi listrik 900 VA.
Jika dihitung secara nominal, rumah tangga miskin hanya menerima subsidi listrik Rp 63.399/bulan, sementara rumah tangga kaya menerima subsidi listrik Rp 168.390/bulan dengan merujuk tingkat konsumsi listrik bulanan dari golongan 900 VA.
“Hal serupa akan kita alami pada Pertalite seiring dengan gap harga yang cukup jauh antara Pertalite dengan Pertamax. Migrasi konsumen Pertamax ke Pertalite akan berkonsekuensi beban subsidi Pertalite meningkat,” ujarnya.