Oleh karena itu, ia mendorong agar pemerintah secara perlahan alihkan mekanisme distribusi LPG subsidi dari penjualan terbuka menjadi semi tertutup, serta mengintegrasikan pemberian subsidi LPG melalui Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) Kementerian Sosial.
“Demikian juga para penerima subsidi listrik dan BBM, semua penerima subsidi listrik dan BBM terintegrasi datanya melalui DTSK Kemensos,” tambahnya.
Baca Juga:
Anggaran Infrastruktur Dipangkas, Pemerintah Bisa Kena Denda Kalau Tak Perbaiki Jalan Rusak
Sebagaimana diketahui, SKK Migas memperkirakan harga minyak tahun 2023 masih di level US$ 100 per barel. Tingginya harga ini masih dipengaruhi oleh konflik Rusia dan Ukraina yang belum mereda.
Selain itu, membaiknya pandemi Covid-19 membuat permintaan akan minyak dunia meningkat.
Badan Energi Internasional (The International Energy Agency) pun menyatakan permintaan minyak dunia akan naik lebih dari 2% ke rekor tertinggi 101,6 juta barel per hari (bph) pada 2023.
Baca Juga:
Banggar DPR RI Setujui Postur Makro Fiskal yang Jadi Acuan RAPBN 2024
Perkiraan yang sama dirilis OPEC+ pada Juni lalu. Lembaga itu menyatakan suplai minyak global akan naik di level 100-102 juta bph.
“Dengan mempertimbangkan forecasting berbagai lembaga kredibel terhadap volume produksi dan harga minyak bumi dunia, tampaknya kita akan mengalami situasi yang kurang lebih hampir sama dengan tahun ini terkait minyak bumi dunia,” tuturnya.
Sebelumnya, Menteri Keuangan, Sri Mulyani berharap PT Pertamina (Persero) mengendalikan volume penyaluran BBM bersubsidi agar postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tetap terjaga.