Di sisi yang lain, negara-negara produsen batu bara juga dapat bersama-sama menuntut komitmen energi bersih lingkungan yang telah dicanangkan G7 untuk membantu investasi pengembangannya di negara-negara lainnya, khususnya Indonesia.
Jika komitmen ini dipenuhi, maka menurutnya, krisis keuangan akibat membengkaknya realisasi subsidi energi akan secara bertahap dapat diatasi melalui pengembangan energi alternatif, baru, dan terbarukan (EBT).
Baca Juga:
Menteri BUMN Erick Thohir Tanggapi Isu Pasangan Calon Nomor Urut 2
Dukungan kementerian terkait untuk menjalankan transisi energi ini juga dibutuhkan, sebab sinyalemen terhambatnya pengembangan EBT dilatarbelakangi oleh adanya konflik kepentingan para pembantu Presiden yang sekaligus pengusaha.
"Indonesia seharusnya mempersiapkan kertas kerja yang komprehensif untuk memanfaatkan momentum KTT G7 ini dengan sebaik-baiknya," tegas Defiyan
Terkait dengan pemenuhan kebutuhan pendanaan itu sendiri, secara teori pemerintah hanya memiliki diskresi melalui mekanisme kebijakan fiskal.
Baca Juga:
Realisasi Subsidi Energi Tembus Rp157 Triliun, Tertinggi Sejak 2015
Namun, jika pemerintah hanya mengandalkan pendanaan dari ruang fiskal selama ini tampak sekali memiliki keterbatasan. Sebab, secara umum kapasitas maksimal pendanaan APBN dan APBD tak lebih dari 20 persen.
"Transisi energi, terutama energi bersih lingkungan ini harus dijalankan pertama kali oleh jajaran pemerintahan khususnya birokrasi supaya menunjukkan komitmen atas kebijakannya," urai dia.
Penggunaan kendaraan listrik, kompor listrik, dan sejenisnya dinilai akan mampu mengurangi dampak pencemaran udara sekaligus melakukan penghematan atas penggunaan energi fosil secara berlebihan.