Padahal, instalasi PLTS relatif lebih sederhana dibandingkan dengan energi baru terbarukan lainnya.
“Instalasi PLTS dapat dilakukan dengan mudah di berbagai lokasi,” kata Linus.
Baca Juga:
Rayakan HUT ke-61, Taspen Gelar Kegiatan Sosial dan Tingkatkan Kesejahteraan Masyarakat
Pemasangan PLTS dengan berbagai ukuran serta kapasitas menjadi daya tarik tersendiri jika dibandingkan dengan jenis pembangkit Energi Baru Terbarukan (EBT) lainnya, kata dia.
Pilihan terhadap PLTS juga karena BUMN memiliki kemampuan dan sudah dipercaya dunia.
Ini terbukti ditunjuknya konsorsium tiga BUMN membangun PLTS dengan kapasitas 200 Mega Watt di Kinshasa, Republik Demokratik Kongo, Afrika, dengan nilai US$ 175 juta atau setara dengan Rp 2,59 triliun.
Baca Juga:
Erick Thohir Ingatkan BUMN Antisipasi Dampak Ekonomi dan Geopolitik Global
Tiga BUMN tersebut adalah PT Len Industri, PT Barata Indonesia, serta serta PT INKA.
Sejumlah langkah dilakukan Tim Kerja, di antaranya mendorong BUMN membangun PLTS di lingkungannya. Misalnya, Jasa Marga memanfaatkan energi surya untuk penerangan di jalan tol atau Pertamina menggunakannya di SPBU.
Di lingkungan BUMN sendiri, jika semua perusahaan BUMN memanfaatkan PLTS, potensinya diperkirakan sebesar 1,4 Giga Watt dengan biaya investasi kurang lebih Rp15 triliun.