Direktur Utama PTPN III, Mohammad Abdul Ghani mengatakan PTBg yang terpasang di PKS Sungai Pagar adalah model yang efesien karena memanfaatkan reaktor. Keberadaan PTBg ini, lanjut Ghani, selain memberikan dampak efesiensi bagi perusahaan, juga memberikan keuntungan insentif harga produk premium.
"Tahun ini kita dapat insentif dari sertifikasi ISCC hampir Rp 150 miliar, dengan Rp 40 miliar dari PTPN V. Keberadaan PTBg PTPN V yang sebagian hasilkan listrik dan sebagian lain menghasilkan gas untuk bahan bakar boiler sangat bermanfaat. Program ini akan senantiasa kita teruskan," katanya.
Baca Juga:
Pemkot Semarang dan BRIN Sukses Budidayakan Varietas Bawang Merah Lokananta Maserati
Chief Executive Officer PTPN V, Jatmiko Santosa mengatakan pembangunan PTBg itu sejalan dengan program reduksi emisi perusahaan. Mengurangi potensi gas rumah kaca dalam satu siklus budidaya perkebunan mulai dari pengambilan raw material, proses produksi, hingga pengelolaan limbah.
"Ini tentu sejalan dengan grand strategy perusahaan untuk menghasilkan produk 'sustainable plus palm oil' yang mulai diimplementasikan sejak 2019. Upaya dekarbonisasi menjadi salah satu program yang terus kita akselerasi," katanya.
Jatmiko menyebut PTPN V jadi perusahaan perkebunan milik negara terbesar yang memanfaatkan energi baru terbarukan (EBT) melalui pengelolaan pengelolaan limbah cair atau palm oil mill effluent atau POME. Bahkan tercatat lima dari 12 pabrik kelapa sawit (PKS) PTPN V telah memiliki pembangkit biogas.
Baca Juga:
Fenomena Langka: Badai Matahari Dahsyat Hantam Bumi, Indonesia Waspada
Pembangkit pertama mengkonversi limbah cair sawit atau palm oil mill effluent (POME) jadi listrik berkapasitas 1,6 MW. Selain menghemat biaya penggunaan bahan bakar fosil hingga Rp 5,8 miliar pertahun, PLTBg juga turut menekan angka ambang batas rumah kaca mencapai 358,18 CO2eq atau jauh di bawah standar angka yang biasanya dimintakan pembeli minyak sawit di 1.000 CO2eq.
Selanjutnya pembangkit kedua ada di PKS Terantam dengan kapasitas 0,7 MW hasil kerjasama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) yang saat ini berada di bawah BRIN. Keberadaan PLTBg Terantam menekan biaya produksi hingga Rp 2,4 miliar pertahun.
"Selain itu, PLTBg Terantam berkontribusi menekan angka gas rumah kaca sebesar 352,45 CO2Eq. Pada fasilitas PLTBg Terantam ini telah dibangun pilot project Bio-methane Compressed Natural Gas/Bio-CNG yang mampu memurnikan methane. Sehingga hasilnya cocok untuk kendaraan ataupun gas rumah tangga," tutur Jatmiko. (tum)