Konsumenlistrik.com | Dalam konferensi pers di Gedung Kementerian BUMN, Rabu (19/1/2022), Menteri BUMN Erick Thohir menjelaskan, nantinya sebagai holding PLN akan fokus pada bisnis transmisi listrik dan untuk sementara juga akan mengurusi urusan pemasaran listrik.
Sementara itu lini bisnis lainnya akan dikonsolidasi dalam dua sub holding sebagai anak usahanya dengan fokus masing-masing dalam bisnis pembangkit dan untuk bisnis perseroan lainnya, selain transmisi dan pembangkit.
Baca Juga:
Soal Subholding PLN, Begini Kata Wamen BUMN
Sedangkan untuk urusan pembangkit listrik akan diserahkan kepada sub holding yang nantinya akan berdiri sendiri. Termasuk untuk nantinya pengembangan pembangkit listrik dari energi baru dan terbarukan.
Melansir dari CNBC Indonesia, lebih lanjut, Wakil Menteri BUMN Pahala Nugraha Mansury mengatakan, kelak PLN juga akan membentuk sub holding yang menjalankan bisnis beyond kWh, alias di luar bisnis transmisi listrik. Bisnis ini bisa dijalankan mulai dari mobile, internet, hingga stasiun isi ulang baterai kendaraan listrik.
Erick juga mengatakan upaya pembentukan holding ini mengemuka setelah dilakukan benchmarking dengan beberapa negara lainnya di dunia yang juga membentuk holding untuk perusahaan listrik di negaranya. Beberapa negara yang dicontoh mulai dari Malaysia, Korea Selatan, Italia, hingga Perancis.
Baca Juga:
Terkait Subholding PLN, Ini Kata Wamen BUMN
Akan tetapi jika hanya berfokus pada pemisahan antara unit bisnis transmisi dan pembangkit, ada satu negara yang memiliki rekam jejak yang dapat dikatakan cukup sukses.
Nyaris 20 tahun lalu, pada Maret 2002 China melaksanakan tahapan terakhir dalam transformasi sektor ketenagalistrikan. Kala itu pemerintah pusat China mengeluarkan Plan for Electric Power Reform sebagai pemberitahuan dewan negara (state council) yang berisi konsep pemisahan sektor pembangkit dengan transmisi listrik.
Dalam rencana tersebut aset pembangkit listrik yang semula dimiliki State Power Corporation of China direstrukturisasi menjadi lima perusahaan pembangkit untuk menciptakan persaingan.
Sementara itu, aset terkait transmisi dikonsolidasi menjadi dua perusahaan yakni State Grid Corporation of China dan China Southern Power Grid Company yang ukurannya lebih kecil.
Berbeda dengan visi Erick untuk menciptakan holding-subholding, akibat transformasi ini perusahaan listrik negara China yang terintegrasi secara vertikal dari pembangkit hingga transmisi dibubarkan.
State Grid Corporation of China (SGCC) yang merupakan perusahaan yang terbentuk pasca dibubarkannya perusahaan listrik China saat ini tercatat sebagai perusahaan utilitas terbesar di Dunia.
SGCC juga merupakan perusahaan dengan pendapatan terbesar kedua di dunia tahun 2020 lalu dengan catatan sejumlah US$ 386,62 miliar atau setara dengan Rp 5.548 triliun (kurs Rp 14.350/US$). Angka tersebut hanya kalah dari jaringan ritel raksasa asal Amerika, Wallmart, yang membukukan pendapatan senilai US$ 559 miliar.
Sebagai perbandingan pendapatan SGCC tersebut 16 kali lipat lebih besar dari pendapatan PLN tahun 2020 lalu yang berada di angka Rp 345,41 triliun, dengan bisnis termasuk pembangkit dan juga mengurusi transmisi dan pendistribusi listrik ke seluruh masyarakat Indonesia. Tercatat jumlah penduduk China mencapai 5,2 kali penduduk Indonesia, dengan pendapatan domestik bruto (PDB) nyaris 15 kali lebih besar.
Dengan julah karyawan nyaris mencapai 1 juta pekerja, SGCC memiliki wilayah kerja lintas negara termasuk operasi di Filipina melalui National Grid Corporation of the Philippines, perusahaan listrik swasta konsorsium dari tiga perusahaan termasuk SGCC. Selain itu, SGCC juga hadir secara global dengan investasi yang tersebar luas mulai dari Portugas, Australia, Brazil hingga Chile.
Di Portugal, State Grid memiliki 25% saham di perusahaan listrik Redes Energéticas Nacionais (REN). Di Australia, State Grid memiliki kepemilikan saham yang besarannya beragam di sejumlah perusahaan termasuk ElectraNet, AusNet Services dan Jemena.
Di Brasil, State Grid memperoleh kendali CPFL Energia S.A. setara dengan US$3,4 miliar pada tahun 2017. Sementara itu di Chile, State Grid mengakuisisi Chilquinta EnergĂa SA, distributor listrik terbesar ketiga di Chile, dan Tecnored SA, yang menyediakan jasa konstruksi untuk Chilquinta, dari perusahaan listrik AS Sempra Energy.
Selama paruh pertama 2020, ketika pandemi melanda seluruh dunia sedang berada di puncaknya, SGCC mencatatkan penurunan laba 81% menjadi US$ 881 juta, meskipun pendapatannya hanya turun 4,7%.
State Grid juga tercatat berada di peringkat kedua daftar perusahaan Fortune Global 500 dan merupakan perusahaan China dengan peringkat terbaik di daftar tersebut. [tum]