KonsumenListrik.WAHANANEWS.CO – Aliansi Lembaga Perlindungan Konsumen Listrik Nasional (ALPERKLINAS) merespons langkah pemerintah yang mendorong pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) sebagai bagian dari kebijakan pengelolaan sampah dan transisi energi nasional.
ALPERKLINAS menilai, di tengah kondisi darurat sampah yang dihadapi Indonesia, upaya pemanfaatan teknologi pengolahan sampah menjadi energi perlu dipahami secara utuh oleh masyarakat.
Baca Juga:
Dukung Ekosistem Energi Bersih, PLN Siap Jadi Offtaker Utama Proyek PLTSa Seluruh Indonesia
Bukan semata-mata sebagai proyek kelistrikan, melainkan sebagai instrumen penanganan lingkungan dan pengendalian emisi yang harus diawasi bersama.
Ketua Umum ALPERKLINAS, KRT Tohom Purba, menegaskan bahwa PLTSa mestinya tidak dilihat semata sebagai pembangkit listrik alternatif.
“Energi listrik dari PLTSa itu sejatinya hanya bonus. Tujuan utamanya adalah mengurangi volume sampah dan melindungi lingkungan serta kesehatan masyarakat,” ujarnya, Jumat (19/12/2025).
Baca Juga:
Empat Kota Mulai Tender PLTSa, 24 Perusahaan Berebut Proyek Energi Sampah
Menurut Tohom, jika orientasi pembangunan PLTSa hanya difokuskan pada produksi listrik, maka arah kebijakan berisiko melenceng dari tujuan awal pengelolaan sampah.
Ia mengungkapkan bahwa fungsi PLTSa sebagai pengendali krisis sampah dan lingkungan harus menjadi prioritas utama dalam setiap perencanaan dan implementasinya.
“Yang harus kita jaga adalah fungsi utamanya, bukan sekadar output listrik,” katanya.
Tohom menjelaskan bahwa persoalan sampah yang menumpuk di ratusan kota dan kabupaten tidak bisa lagi diselesaikan dengan pendekatan konvensional.
Dengan timbunan sampah nasional yang mencapai puluhan juta ton per tahun dan tingkat pengelolaan yang masih rendah, diperlukan terobosan kebijakan yang mampu menekan beban tempat pembuangan akhir (TPA), mengurangi pencemaran, sekaligus memberi nilai tambah bagi masyarakat.
Dalam konteks tersebut, Tohom memandang PLTSa sebagai salah satu opsi pengelolaan sampah yang patut dikawal secara kritis dan konstruktif.
Ia mengingatkan bahwa tanpa pengawasan ketat, proyek PLTSa justru berpotensi menimbulkan masalah lingkungan dan sosial baru di kemudian hari.
Tohom juga menyoroti pentingnya transparansi teknologi dan pengawasan emisi dalam setiap proyek PLTSa.
Ia menilai kekhawatiran masyarakat terkait dampak kesehatan, seperti munculnya bau menyengat atau gangguan pernapasan di sekitar fasilitas pengolahan sampah, harus dijawab dengan data ilmiah dan sistem pemantauan yang terbuka.
“Masyarakat berhak tahu teknologi apa yang dipakai, bagaimana standar emisinya, dan siapa yang bertanggung jawab jika terjadi dampak,” ujarnya.
Lebih jauh, Tohom mengingatkan agar pembangunan PLTSa tidak membelokkan arah transisi energi nasional.
Ia menilai Indonesia tetap harus memprioritaskan pengembangan energi terbarukan yang lebih bersih dan murah seperti surya dan angin.
Menurutnya, PLTSa harus ditempatkan secara proporsional sebagai solusi pengelolaan sampah perkotaan, bukan sebagai pembenaran untuk mempertahankan pola produksi sampah yang tinggi, terutama plastik sekali pakai.
“Jangan sampai kita justru menciptakan ketergantungan baru pada sampah sebagai bahan bakar. Itu kontraproduktif dengan semangat pengurangan sampah dan perlindungan lingkungan,” tegasnya.
Dalam perspektif konsumen listrik, Tohom juga menekankan aspek keterjangkauan dan keadilan. Ia menilai biaya pembangunan dan operasional PLTSa yang tinggi berpotensi membebani keuangan daerah dan pada akhirnya berdampak langsung kepada masyarakat.
Karena itu, pemerintah didorong untuk memastikan setiap proyek PLTSa benar-benar efisien, tidak mengorbankan anggaran layanan publik lain, serta selaras dengan komitmen penurunan emisi nasional.
“Transisi energi harus adil, ramah lingkungan, dan tidak meninggalkan masyarakat sebagai pihak yang menanggung risiko,” pungkasnya.
Sebelumnya, pemerintah menyatakan ambisi untuk mempercepat pengembangan fasilitas waste to energy melalui penerbitan Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2025 serta pendanaan proyek-proyek terkait, di tengah situasi darurat sampah nasional dan dorongan pencapaian target transisi energi.
[Redaktur: Mega Puspita]