KonsumenListrik.WAHANANEWS.CO, Jakarta - Menyikapi pertumbuhan konsumsi listrik di Bali yang kini menjadi salah satu yang tertinggi di Indonesia, Aliansi Lembaga Perlindungan Konsumen Listrik Nasional (ALPERKLINAS) mendesak pemerintah dan PT PLN (Persero) untuk segera menyiapkan cadangan daya minimal 25 persen dari beban puncak sebagai antisipasi krisis kelistrikan di Pulau Dewata.
Ketua Umum ALPERKLINAS, KRT Tohom Purba, menegaskan bahwa Bali bukan hanya destinasi pariwisata, tetapi kini menjadi tulang punggung nasional dalam kontribusi konsumsi listrik, khususnya dari sektor akomodasi wisata.
Baca Juga:
Atasi Sampah lewat Program 'Zero Waste Warriors', ALPERKLINAS Apresiasi Peran PLN
“Dengan 85 persen konsumsi listrik diserap industri pariwisata dan pertumbuhan konsumen mencapai 17 persen, maka Bali layak ditetapkan sebagai area prioritas kelistrikan nasional,” ujarnya di Jakarta, Senin (14/7/2025).
Tohom menuturkan bahwa status Bali sebagai Objek Vital Nasional (Obvitnas) tidak boleh hanya menjadi simbol administratif.
Ia mendesak adanya langkah konkret dan terukur dari pemerintah pusat dan PLN dalam membangun sistem ketahanan energi yang terintegrasi.
Baca Juga:
Pasok Listrik untuk 2 Juta Pelanggan dengan Energi Bersih Tenaga Panas Bumi, ALPERKLINAS Apresiasi Kesiapan Pertamina Geothermal
“Jangan menunggu pemadaman massal seperti yang terjadi pada 2 Mei lalu untuk menyadari bahwa Bali sudah sangat kritis. Cadangan daya hanya 200-an MW untuk beban puncak di atas 1.180 MW adalah perjudian,” tegasnya.
Lebih lanjut, Tohom menyampaikan bahwa PLN harus memprioritaskan penambahan pembangkit berbasis energi terbarukan (EBT) yang berlokasi langsung di Bali, guna menunjang program "Bali Mandiri Energi" yang dicanangkan pemerintah daerah.
Menurutnya, dengan potensi energi surya yang mencapai lebih dari 1.500 MW, sangat mungkin untuk mengurangi ketergantungan terhadap pasokan dari Pulau Jawa.
“Bali adalah wajah Indonesia di mata dunia. Maka sistem kelistrikannya pun harus mencerminkan ketahanan, kemandirian, dan keandalan nasional. Jangan lagi bergantung pada kabel laut dan pembangkit-pembangkit BBM yang mahal dan tidak ramah lingkungan,” ujar Tohom.
Ia juga mempertanyakan mengapa hingga kini belum ada instruksi nasional untuk menetapkan cadangan minimum kelistrikan di wilayah wisata strategis.
“Jika negara bisa menetapkan cadangan beras nasional, mengapa tidak dengan cadangan listrik untuk daerah yang menopang pendapatan negara dari pariwisata?”
Sebagai langkah konkret, ALPERKLINAS meminta agar dibentuk satuan tugas bersama antara PLN, pemerintah daerah, dan Kementerian ESDM untuk mempercepat pembangunan pembangkit di Bali timur dan barat, serta mengintegrasikan kebijakan tersebut ke dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN).
Tohom yang juga pengamat kebijakan publik menilai, penetapan Bali sebagai Obvitnas harus disertai alokasi anggaran negara yang memadai, bukan hanya seremonial.
“Ini soal keberlanjutan pelayanan publik. Investasi pada sistem kelistrikan di Bali adalah investasi pada reputasi bangsa,” katanya.
Ia menambahkan, pengamanan sistem kelistrikan seperti yang sedang dilakukan PLN melalui bimbingan teknis Sistem Manajemen Pengamanan (SMP) adalah langkah yang baik.
Namun itu hanya satu sisi dari persoalan. “Yang harus lebih dijamin adalah kontinuitas pasokan. Apa gunanya sistem pengamanan bila pasokan listriknya sendiri tidak aman dari potensi kolaps?” sindirnya.
ALPERKLINAS juga mengungkapkan bahwa keberadaan Bali sebagai pusat pertumbuhan konsumen listrik, seharusnya menjadi argumen kuat bagi pemerintah untuk menetapkan rasio cadangan nasional minimal 25 persen di daerah-daerah Obvitnas.
“Ini menyangkut perlindungan konsumen dalam arti luas, yaitu rakyat dan pelaku usaha pariwisata,” tutur Tohom.
Sebelumnya, General Manager PLN UID Bali, Eric Rossi Priyo Nugroho, mengatakan pihaknya terus memperkuat sistem pengamanan aset kelistrikan sebagai bagian dari strategi menyeluruh menjaga keandalan pasokan, terutama bagi infrastruktur yang telah dikategorikan sebagai Obvitnas.
“Kami membekali personel dengan sistem manajemen pengamanan yang sesuai standar nasional, agar pelayanan pelanggan tetap prima,” katanya.
Senada, Direktur Pam Obvit Mabes Polri Brigjen Pol Suhendi mengingatkan bahwa pengamanan kelistrikan harus dibangun sebagai sistem jangka panjang yang berkelanjutan.
Sementara itu, Komang Teddy Indra Kusuma dari PLN UP2B Bali menyebutkan bahwa pertumbuhan konsumsi listrik Bali pada 2024 mencapai 17 persen, tertinggi secara nasional.
Namun ia mengakui bahwa ketergantungan Bali terhadap pasokan dari Jawa masih tinggi, mencapai 30 persen, dan pembangkit lokal mayoritas masih berbasis BBM.
“Kami sangat mendukung program Bali Mandiri Energi. Tapi kondisi saat ini masih belum cukup andal untuk benar-benar terpisah dari Jawa,” kata Komang.
PLN pun tengah menambah pembangkit sewa sebagai langkah mitigasi sementara.
[Redaktur: Mega Puspita]