KonsumenListrik.WAHANANEWS.CO – Aliansi Lembaga Perlindungan Konsumen Listrik Nasional (ALPERKLINAS) merespons positif kolaborasi yang dilakukan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Kalimantan Utara bersama Kementerian ESDM dan PT PLN dalam memperluas akses listrik ke wilayah perbatasan dan pedalaman.
Langkah ini dinilai sebagai wujud nyata pemenuhan rasa keadilan energi bagi masyarakat yang selama ini tertinggal dari layanan dasar kelistrikan.
Baca Juga:
ALPERKLINAS Dorong Pemerintah Kejar 100 Persen Rasio Elektrifikasi dengan Perbesar Anggaran LISDES
ALPERKLINAS menilai upaya tersebut bukan sekadar proyek infrastruktur, melainkan bentuk keberpihakan negara kepada konsumen listrik di wilayah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar).
Kolaborasi lintas lembaga ini dianggap mampu memecah kebuntuan klasik elektrifikasi pedalaman, mulai dari kendala geografis hingga keterbatasan infrastruktur jalan.
Ketua Umum ALPERKLINAS, KRT Tohom Purba, menegaskan bahwa apa yang dilakukan di Kalimantan Utara harus dijadikan role model nasional.
Baca Juga:
ALPERKLINAS Apresiasi Swasta Ikut Andil Dukung Energi Listrik Terbarukan di Indonesia
Menurutnya, pemenuhan hak atas listrik tidak boleh hanya bertumpu pada wilayah yang mudah dijangkau secara ekonomi maupun teknis.
“Listrik adalah hak dasar konsumen. Ketika negara hadir hingga ke pedalaman dengan segala keterbatasannya, di situlah keadilan energi benar-benar diuji dan diwujudkan,” ujar Tohom, Sabtu (13/12/2025).
Tohom menilai, pendekatan membangun pembangkit langsung di lokasi desa terpencil adalah solusi rasional dan visioner di tengah kondisi geografis ekstrem.
Ia menyebutkan bahwa elektrifikasi pedalaman tidak bisa disamakan dengan wilayah perkotaan atau yang sudah memiliki jaringan jalan memadai.
“Kalau jalannya tidak ada, maka cara berpikirnya juga harus berbeda. Bangun pembangkit di tempat, libatkan teknologi yang adaptif, dan pastikan keberlanjutannya. Inilah esensi kebijakan berbasis realitas lapangan,” katanya.
Lebih jauh, Tohom menyebut kolaborasi Dinas ESDM Kaltara, Kementerian ESDM, dan PLN mencerminkan tata kelola energi yang berorientasi solusi, bukan sekadar mengejar target angka rasio elektrifikasi.
Ia mengingatkan, dari target 115 desa berlistrik pada 2025, capaian baru sekitar 24 desa harus dijadikan pemicu percepatan, bukan alasan untuk stagnasi.
“Ini menjadi penanda krusial arah kebijakan. Artinya, diperlukan keberanian anggaran, inovasi teknologi, dan konsistensi lintas pemerintahan agar tidak ada satu pun warga negara yang hidup dalam gelap,” tegasnya.
ALPERKLINAS juga mendorong agar model kolaboratif seperti di Kaltara direplikasi oleh pemerintah daerah lain, terutama provinsi dengan karakter geografis serupa.
Menurut Tohom, pemerataan listrik akan berdampak langsung pada peningkatan kualitas hidup, pendidikan, layanan kesehatan, hingga penguatan ekonomi desa.
“Begitu listrik masuk, roda peradaban ikut bergerak. Negara tidak boleh setengah-setengah dalam urusan ini,” pungkasnya.
Sebelumnya, Kepala Dinas ESDM Kalimantan Utara, Ir. Yosua Batara Payangan, mengungkapkan bahwa masih banyak desa di wilayahnya yang belum teraliri listrik akibat keterisolasian dan ketiadaan infrastruktur jalan.
Ia menjelaskan, penyediaan listrik di pedalaman harus dilakukan dengan membangun pembangkit langsung di lokasi karena jaringan tidak memungkinkan, bahkan beberapa desa hanya bisa diakses melalui jalur udara atau sungai berarus deras.
Menurutnya, kondisi tersebut menuntut koordinasi intensif dengan Kementerian ESDM dan PT PLN mengingat besarnya tantangan teknis dan kebutuhan pembiayaan.
[Redaktur: Mega Puspita]