"Ada 19 butir infrastruktur fase 1 yang harus dipenuhi. Saat ini 16 butir dinyatakan masuk ke tahap dua. Utamanya persiapan pelaksanaan konstruksi PLTN," ungkap Arifin Tasrif saat berbincang dengan Badan Legislatif (Baleg) DPR beberapa waktu yang lalu.
Sementara untuk tiga butir kesepakatan yang lainnya, kata Arifin Tasrif, belum siap menuju ke fase dua. Diantara ketiga butir itu adalah, posisi nasional akan pembangkit tenaga nuklir, kemudian belum terbentuknya tim manajemen dan keterlibatan pemangku kepentingan.
Baca Juga:
Urgensi Krisis Iklim, ALPERKLINAS Apresiasi Keseriusan Pemerintah Wujudkan Transisi Energi Bersih
"Ini yang harus kita siapkan. Sedangkan saat ini Kementerian ESDM tengah menyiapkan Keputusan Menteri (Kepmen) tentang itu," ungkap Arifin Tasrif.
Sebelumnya, Arifin Tasrif menyampaikan bahwa pembangkit tenaga nuklir ini memiliki peranan penting bagi Indonesia dalam memenuhi target net zero emission carbon atau netral karbon pada tahun 2060.
Seperti yang diketahui, untuk menuju netral karbon di tahun 2060 itu, kapasitas listrik energi baru dan terbarukan akan mencapai 57 Giga Watt yang akan berasal dari PLTS, PLT Panas Bumi dan Laut. "Hidrogen dan pembangkit nuklir (PLTN) akan memainkan peran penting agar sistem itu dapat diandalkan dan dengan penetrasi EBT," tandas Arifin.
Baca Juga:
Di COP29, PLN Perluas Kolaborasi Pendanaan Wujudkan Target 75 GW Pembangkit EBT 2030
Di samping itu, PT PLN (Persero) juga rupanya sudah memiliki modul akan pengembangan pembangkit tenaga nuklir itu, untuk mengimbangi demand pada pasokan energi baru dan terbarukan.
"Di modul kami mulai muncul adalah energi nuklir. Dalam perencanaan kami akan muncul ada pembangunan energi nuklir di 2038," terang Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo.
Yang terang, kata Darmawan, dalam pengembangan pembangkit nuklir ini diperlukan adanya badan khusus untuk mengelola pembangkit nuklir itu.