Konsumenlistrik.com | Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (Dirjen EBTKE) Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana menyampaikan, bahwa pihaknya terus melakukan kajian untuk pengembangan pembangkit nuklir tersebut.
Saat ini bahkan, pihaknya sudah membangun kerjasama internasional terkait dengan studi pengembangan pembangkit nuklir itu.
Baca Juga:
Urgensi Krisis Iklim, ALPERKLINAS Apresiasi Keseriusan Pemerintah Wujudkan Transisi Energi Bersih
"Pembangkit nuklir dari sisi kajian, studi banyak leading sektornya di Batan dan kajian di Bangka Belitung dan Kalimantan. Memang belum ada penunjukan lokasinya di mana. Tapi kita terus melakukan kajian," terangnya saat Konfrensi Pers Capaian Kinerja Sektor EBT," Senin (17/1/2022).
Adapun pemerintah juga sedang menghitung besaran investasi pengembangan pembangkit nuklir itu. Sampai kepada hitung-hitungan harga listrik dari pembangkit listrik tersebut.
"Investasi hitung-hitungannya bervariasi tergantung dari teknologi yang digunakan dan kapasitasnya juga. Ada pihak dari listrik menarik diangka US$ 9 - 10 sen per kwh, ada juga yang menyampaikan US$ 7 sen per kWH, ini juga sampe kajiannya ke pemerintah," ungkap Dadan.
Baca Juga:
Di COP29, PLN Perluas Kolaborasi Pendanaan Wujudkan Target 75 GW Pembangkit EBT 2030
Dilansir dari CNBC Indonesia, Kementerian ESDM ternyata sudah membangun kerjasama untuk dalam persiapan pembangunan pembangkit nuklir itu.Kerjasama itu katanya dilakukan dengan Internasional Atomic Energy Agency atau Badan Tenaga Atom Internasional.
Tapi upaya pemerintah untuk membangun listrik dari tenaga nuklir itu belum disepakati, karena pemerintah harus memenuhi langkah dan syarat yang ditentukan.
Menteri ESDM, Arifin Tasrif mengatakan bahwa, bahwa untuk kesiapan pembangkit nuklir di Indonesia, ada 19 butir infrastruktur yang harus dipenuhi oleh Indonesia dalam mengambil keputusan untuk mengembangkan pembangkit itu.
"Ada 19 butir infrastruktur fase 1 yang harus dipenuhi. Saat ini 16 butir dinyatakan masuk ke tahap dua. Utamanya persiapan pelaksanaan konstruksi PLTN," ungkap Arifin Tasrif saat berbincang dengan Badan Legislatif (Baleg) DPR beberapa waktu yang lalu.
Sementara untuk tiga butir kesepakatan yang lainnya, kata Arifin Tasrif, belum siap menuju ke fase dua. Diantara ketiga butir itu adalah, posisi nasional akan pembangkit tenaga nuklir, kemudian belum terbentuknya tim manajemen dan keterlibatan pemangku kepentingan.
"Ini yang harus kita siapkan. Sedangkan saat ini Kementerian ESDM tengah menyiapkan Keputusan Menteri (Kepmen) tentang itu," ungkap Arifin Tasrif.
Sebelumnya, Arifin Tasrif menyampaikan bahwa pembangkit tenaga nuklir ini memiliki peranan penting bagi Indonesia dalam memenuhi target net zero emission carbon atau netral karbon pada tahun 2060.
Seperti yang diketahui, untuk menuju netral karbon di tahun 2060 itu, kapasitas listrik energi baru dan terbarukan akan mencapai 57 Giga Watt yang akan berasal dari PLTS, PLT Panas Bumi dan Laut. "Hidrogen dan pembangkit nuklir (PLTN) akan memainkan peran penting agar sistem itu dapat diandalkan dan dengan penetrasi EBT," tandas Arifin.
Di samping itu, PT PLN (Persero) juga rupanya sudah memiliki modul akan pengembangan pembangkit tenaga nuklir itu, untuk mengimbangi demand pada pasokan energi baru dan terbarukan.
"Di modul kami mulai muncul adalah energi nuklir. Dalam perencanaan kami akan muncul ada pembangunan energi nuklir di 2038," terang Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo.
Yang terang, kata Darmawan, dalam pengembangan pembangkit nuklir ini diperlukan adanya badan khusus untuk mengelola pembangkit nuklir itu.
"Apakah PLN siap melaksanakan itu? Kami siap melaksanakan baik teknis, komersial, bahwa energi nuklir jadi terintegrasi dari sustainbility supply energi tapi juga mengurangi emisi CO2," terang Darmawan. [tum]