KonsumenListrik.WAHANANEWS.CO – Aliansi Lembaga Perlindungan Konsumen Listrik Nasional (ALPERKLINAS) menyoroti langkah pemerintah yang semakin gencar mengampanyekan pemanfaatan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap sebagai bagian dari agenda besar transisi energi nasional.
Meski mendukung semangat menuju energi hijau, ALPERKLINAS menilai, kesiapan infrastruktur listrik PLN harus menjadi prioritas agar tidak menimbulkan masalah teknis di lapangan, terutama potensi overload pada jaringan distribusi listrik.
Baca Juga:
Pemerintah Terus Genjot, ALPERKLINAS Apresiasi Rencana Pemda Karawang Ubah Sampah Jadi Energi Listrik
Ketua Umum ALPERKLINAS, KRT Tohom Purba, mengingatkan bahwa antusiasme publik terhadap PLTS Atap harus diimbangi dengan kesiapan sistem distribusi nasional.
“Pemerintah memang sudah sangat progresif mendorong energi terbarukan, tapi jangan lupa, jaringan PLN harus mampu menampung energi balik dari ribuan unit PLTS Atap yang terkoneksi. Jika tidak diantisipasi, beban daya bisa melonjak dan malah menimbulkan gangguan sistem,” ujarnya di Jakarta, Sabtu (25/10/2025).
Menurut Tohom, sistem kelistrikan Indonesia masih sangat bergantung pada keseimbangan antara suplai dan distribusi energi.
Baca Juga:
Percepat Ubah Sampah Jadi Energi Listrik, MARTABAT Prabowo-Gibran Dorong 3 Pemda dan Pemprovsu di Kawasan Metropolitan Mebidang Kolaborasi
Ia menilai, tanpa penyesuaian teknologi jaringan, pemasangan PLTS Atap secara masif justru berpotensi mengganggu stabilitas trafo di berbagai daerah.
“Transformator PLN itu ibarat jantungnya sistem distribusi listrik. Kalau dia dipaksa menerima arus balik dari banyak sumber dalam waktu bersamaan, risikonya bisa overload, bahkan menimbulkan pemadaman bergilir,” kata Tohom menegaskan.
Tohom juga mengingatkan pentingnya kolaborasi antara PLN, pemerintah daerah, dan sektor swasta agar program PLTS Atap benar-benar efisien.
Ia menyarankan PLN mempercepat modernisasi jaringan distribusi dan melakukan audit kapasitas trafo di setiap wilayah.
“PLN perlu punya peta daya tampung yang akurat. Jadi, sebelum masyarakat memasang PLTS Atap, mereka sudah tahu apakah jaringan di wilayahnya siap menerima aliran listrik tambahan,” jelasnya.
Lebih jauh, Tohom yang juga Pengamat PLN, Ketenagalistrikan dan Energi ini menuturkan bahwa transisi energi tidak boleh hanya didekati dari sisi kampanye publik atau subsidi perangkat surya, tetapi juga kesiapan sistem penunjang. “
Transisi energi harus berimbang. Pemerintah bisa mendorong PLTS Atap, tapi PLN juga wajib menyiapkan teknologi smart grid dan sistem penyimpanan daya (battery storage) untuk menampung kelebihan energi di siang hari,” ujarnya.
Ia menambahkan, jika infrastruktur tidak disiapkan sejak dini, program hijau yang seharusnya membawa manfaat malah bisa memicu keluhan konsumen akibat gangguan listrik.
“Jangan sampai niat baik menuju energi bersih justru menimbulkan masalah baru bagi pelanggan. ALPERKLINAS mendorong adanya roadmap kesiapan jaringan listrik yang transparan dan partisipatif,” kata Tohom, menutup pernyataannya.
Sebelumnya, Direktur Utama PT PLN Enjiniring, Chairani Rachmatullah, menyampaikan bahwa pemasangan PLTS Atap dalam jumlah besar secara bersamaan memang berisiko membebani trafo dan sistem distribusi.
Ia mengungkapkan, PLN terus melakukan perbaikan infrastruktur agar sistem mampu menampung energi dari pelanggan tanpa mengganggu kestabilan jaringan.
[Redaktur: Mega Puspita]