KonsumenListrik.WAHANANEWS.CO, Jakarta - Dalam rangka memperingati Hari Konsumen Nasional 2025, Aliansi Lembaga Perlindungan Konsumen Listrik Nasional (ALPERKLINAS) menegaskan pentingnya menjadikan tahun ini sebagai momentum percepatan standarisasi di sektor ketenagalistrikan, baik dari sisi material maupun konstruksi instalasi listrik.
Meskipun regulasi terkait keselamatan kelistrikan sudah ada, tetapi implementasinya dinilai masih jauh dari ideal.
Baca Juga:
Punya Reputasi Baik dan Energi Listriknya 60% dari Tenaga Air, ALPERKLINAS Dukung PLN Ajak Swiss Genjot PLTA di Indonesia
“Tahun 2025 harus dijadikan tahun konsolidasi dan pembenahan besar-besaran. Tidak bisa lagi kita mengabaikan pentingnya standar—baik itu dalam bentuk SNI untuk material, maupun dalam prosedur kerja teknis yang dilakukan oleh para kontraktor dan teknisi,” kata Ketua Umum Aliansi Lembaga Perlindungan Konsumen Listrik Nasional (ALPERKLINAS), KRT Tohom Purba pada Konsumen Listrik, Senin (21/4/2025).
Ia menyampaikan apresiasi terhadap inisiatif kerja sama antara Schneider Electric dan Asosiasi Kontraktor Listrik dan Mekanikal Indonesia (AKLI) yang fokus pada peningkatan keterampilan teknisi serta pemasangan alat pelindung seperti GPAS (Gawai Proteksi Arus Sisa).
Namun demikian, Tohom mengingatkan bahwa pendekatan seremonial tidak cukup.
Baca Juga:
PLN Rancang 'Wisata Energi Edukatif', ALPERKLINAS Sebut Sebuah Inovasi Bisnis Berkelanjutan
“Yang kita perlukan bukan hanya pelatihan simbolik. Kita butuh pengawasan ketat dan keterlibatan aktif masyarakat, agar hak-hak konsumen terhadap listrik yang aman dan andal benar-benar terlindungi,” ujarnya.
Menurutnya, terlalu banyak konsumen yang menjadi korban kebakaran atau sengatan listrik akibat instalasi yang tidak memenuhi standar.
Tohom juga menyoroti pentingnya pendekatan hulu-hilir dalam melindungi konsumen sektor kelistrikan.
Ia mengatakan, mulai dari produsen alat listrik, distributor, hingga pelaksana lapangan harus tunduk pada sistem sertifikasi nasional yang ketat.
“Kalau kabelnya tidak SNI, kalau pemasangannya tidak sesuai PUIL, ya itu sama saja membahayakan nyawa orang,” katanya kritis.
Tohom yang juga Ketua Bidang Perlindungan Konsumen DPP Kongres Advokat Indonesia, menuturkan bahwa persoalan ketenagalistrikan juga menyentuh aspek hukum yang serius.
“Perlu ada langkah hukum yang tegas bagi pelaku usaha atau kontraktor yang melanggar ketentuan keselamatan. Bukan cuma sanksi pencabutan izin, tapi juga pertanggungjawaban perdata dan pidana jika ada korban,” ujar Tohom.
Ia mengajak pemerintah, pelaku usaha, asosiasi, dan masyarakat sipil untuk menjadikan Hari Konsumen Nasional yang diperingati setiap tanggal 20 April sebagai titik balik menuju ekosistem listrik yang lebih aman, transparan, dan berkeadilan.
“Perlindungan konsumen itu cakupannya luas. Tak hanya berkaitan dengan kualitas produk, tapi juga hak untuk hidup aman, terutama dari ancaman listrik yang tak kasatmata,” tambahnya.
Sebelumnya, kerja sama strategis telah dijalin antara Schneider Electric dan AKLI yang ditegaskan melalui penandatanganan MoU dalam National Partner Meeting awal tahun 2025.
Kerja sama ini mendapat dukungan dari Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM dan mencakup pelatihan pemasangan GPAS seperti RCCB dan RCBO yang diwajibkan dalam Permen ESDM No. 7 Tahun 2021 serta sesuai PUIL 2020.
Martin Setiawan, Cluster President Schneider Electric Indonesia & Timor Leste, menyebut bahwa kolaborasi ini bertujuan menciptakan praktik kelistrikan yang lebih aman dan efisien.
Hal senada juga disampaikan oleh Ketua Umum DPP AKLI, Puji Muhardi, yang menggarisbawahi pentingnya peningkatan kompetensi teknis para kontraktor.
Sementara itu, Koordinator Standarisasi Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan ESDM, Ir. Hanat Hamidi, M.Si, menyatakan bahwa penggunaan peralatan berstandar SNI adalah pilar keselamatan yang tidak bisa ditawar.
Ia menyebutkan bahwa 60–70% kasus kebakaran di DKI Jakarta disebabkan oleh gangguan kelistrikan, dan penerapan GPAS menjadi solusi preventif yang efektif.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]