“Dalam mengakselerasi pembangunan EBT, PLN tak bisa sendiri. Perlu adanya kolaborasi dan sinergi baik bersama BUMN maupun swasta. Kedua proyek ini menjadi bukti nyata dari kolaborasi apik pengembangan EBT dalam skala besar,” ungkap Darmawan.
Rencananya, PLTA yang memanfaatkan arus sungai Poso ini akan dimaksimalkan sebagai pembangkit peaker yang akan dioperasikan selama waktu beban puncak, yaitu pukul 17.00 s.d 22.00 dengan Exclusive Commited Energy sebesar 1.669 Giga Watt hours (GWh) per tahun.
Baca Juga:
Mega Proyek PLTA Jatigede Rampung, Siap Suplai Listrik ke Jawa-Bali
Pembangkit ramah lingkungan ini telah terinterkoneksi dengan saluran transmisi 275 kV ke Provinsi Sulawesi Selatan. Tak hanya itu, PLTA Poso juga telah tersambung dengan saluran transmisi 150 kV dari pembangkit ke Kota Palu, Sulawesi Tengah.
“Pengoperasian PLTA Poso Peaker sangat penting karena banyaknya industri smelter yang masuk ke Sulawesi, khususnya di Sulawesi Tengah. Smelter ini butuh pasokan listrik yang andal,” paparnya.
Sementara itu, PLTA Malea yang memanfaatkan arus Sungai Saddang akan menambah keandalan sistem kelistrikan Sulawesi Selatan.
Baca Juga:
100 Tahun Beroperasi, PLTA Bengkok Jadi Bukti Perjalanan Panjang PLN Gunakan EBT
Masuknya PLTA Malea bersama dengan PLTA Poso akan membuat cadangan daya sistem Sulawesi Bagian Selatan sebesar 591,5 MW, dengan beban puncak sistem kelistrikan sebesar 1.517,6 MW dan daya mampu sebesar 2.109,1 MW.
“PLTA Poso dan PLTA Malea jadi bukti kontribusi aktif PLN dalam mencapai target bauran energi nasional dan target NDC dunia,” kata Darmawan.
Dewan Penasehat Kalla Grup, Jusuf Kalla menilai kerjasama antara Kalla Grup dan PLN dalam menciptakan energi bersih sangat diperlukan. Saat ini potensi EBT besar di Indonesia, salah satunya PLTA Poso yang memanfaatkan aliran sungai Poso.