Konsumenlistrik.com | Sebagaimana diketahui, pada awal tahun ini pemerintah menutup sementara ekspor batu bara, sebagai respons dari krisis pasokan bahan bakar pembangkit listrik PT PLN (Persero).
Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah resmi membuka kembali keran ekspor batu bara pada 1 Februari 2022.
Baca Juga:
Urgensi Krisis Iklim, ALPERKLINAS Apresiasi Keseriusan Pemerintah Wujudkan Transisi Energi Bersih
Keputusan tersebut merupakan tindak lanjut dari kebijakan larangan ekspor batu bara yang masa berlakunya sudah habis tepat pada tanggal 31 Januari 2022.
Lantas, dengan telah dibukanya keran ekspor apakah pasokan batu bara PLN sudah aman?
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, perseroan memastikan pemenuhan pasokan batu bara untuk pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) telah sesuai rencana.
Baca Juga:
Di COP29, PLN Perluas Kolaborasi Pendanaan Wujudkan Target 75 GW Pembangkit EBT 2030
Kondisi sistem kelistrikan di seluruh Indonesia disebut dalam kondisi cukup, di mana pasokan batu bara di 17 pembangkit yang sebelumnya dalam kondisi kritis, kini rata-rata telah mencapai 15 hari operasi (HOP).
"Dengan dukungan pemerintah dan seluruh stakeholders, pasokan batu bara telah sesuai rencana. Dan ke depan kami berupaya semaksimal mungkin untuk menjaga pasokan batu bara untuk bahan bakar PLTU melalui pengamanan secara berlapis," tutur Darmawan dalam siaran pers, dikutip Sabtu (5/2/2022).
Darmawan bilang, PLN telah melakukan perubahan paradigma dalam monitoring dan pengendalian pasokan batu bara, yang semula berfokus pada pengawasan di titik bongkar menjadi berfokus di titik muat (loading).
"Dengan ini maka jika ada potensi kegagalan pasokan karena ketersediaan batubara maupun armada angkutannya, akan dapat dideteksi lebih dini dan corrective action dapat dilakukan as early as possible sehingga kepastian pasokan dapat lebih terjaga," ujarnya.
Dia menjelaskan, langkah pengawasan dilakukan tak hanya melalui fisik di lapangan tetapi juga dengan integrasi sistem monitoring digital antara sistem PLN dengan sistem di Dirjen Minerba ESDM.
"Sistem ini memberikan informasi target loading dan terintegrasi dengan sistem di Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM yang mencatat realisasi loading dari setiap pemasok," kata dia.
Dari sistem pemantauan ini, lanjut Darmawan, PLN bisa mengetahui kebutuhan batu bara hingga beberapa waktu ke depan. Di satu sisi, PLN juga melakukan reformasi kontrak untuk memastikan pasokan batu bara aman.
"PLN juga memperbaiki mekanisme perjanjian, yaitu kontrak yang semula bersifat fleksibel jangka pendek diubah menjadi kontrak yang lebih firm dan jangka panjang serta langsung dengan pemilik tambang yang memiliki kredibilitas dengan kualitas (spesifikasi) dan volume batu bara yang dibutuhkan PLN," ucap Darmawan. [tum]