Konsumenlistrik.com | Melalui Badan Layanan Umum (BLU) Pungutan batu bara, harga batu bara dalam negeri yang saat ini dipatok US$ 70 per ton akan diubah, dan harga pembelian batu bara akan dilepas ke harga pasar, mengikuti fluktuasi harga sewajarnya.
Pemerintah tengah membahas mengenai perubahan skema suplai batu bara untuk kebutuhan pembangkit listrik milik PT PLN (Persero).
Baca Juga:
Urgensi Krisis Iklim, ALPERKLINAS Apresiasi Keseriusan Pemerintah Wujudkan Transisi Energi Bersih
Pemerintah tengah merancang skema melalui BLU pungutan batu bara.
Dengan membeli batu bara sesuai pasar, PLN akan disubsidi melalui BLU pungutan batu bara tersebut.
Menanggapi itu, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abra Talattov menilai, ketika harga batu bara dilepas ke mekanisme pasar, maka PLN akan menomboki pembelian batu bara tersebut, sehingga akan sangat mempengaruhi cash flow PLN.
Baca Juga:
Di COP29, PLN Perluas Kolaborasi Pendanaan Wujudkan Target 75 GW Pembangkit EBT 2030
"Walaupun ada skema yang mengatakan PLN nanti bisa membayar ke supplier setelah nanti mendapatkan dana dari BLU, tapi lagi-lagi dari kertas dan di lapangan akan berbeda. Ini akan bahaya ketika PLN belum dapat dana dari BLU dan belum dapat pasokan batu bara, nanti terjadi miss match karena persoalan pebayaran," terang Abra melansir dari CNBC Indonesia.
Dengan problem itu, kata Abra, ini akan berpotensi mengganggu operasional PLN khususnya berkenaan dengan skema pencairan dana. "Jangan sampai PLN menghadapi piutang dan ketidakjelasan pencairan dana," ungkap Abra.
Abra melanjutkan, meskipun ada kesan PLN atau APBN tidak menanggung langsung pembelian batu bara dengan mekanisme dilepas ke pasar. Namun ada kerawanan dan risiko gangguan. Yang mana artinya PLN harus merogoh dana internal sendiri, meskipun PLN tidak ada kapasitas menutup.
"APBN siap-siap menanggung selisih harga batu bara DMO (US$ 70 per ton) dengan harga pasar. Sejauh mana pemerintah bisa menutup selisih tadi. Apakah secara regulasi dan alokasi memungkinkan?" tandas Abra.
Semakin tinggi harga pasar, kata Abra, maka akan semakin tinggi selsisih yang ditanggung oleh PLN. Oleh karena itu, ia meminta agar penerapan DMO tidak di otak atik dari yang saat ini. Hanya tinggal bagaimana mengubah pengawasan atas DMO batu bara tersebut.
Mengacu data yang diterima CNBC Indonesia, dalam wacana skema BLU itu diajukan, bahwa kelak PT PLN (Persero) akan mengikat kontrak dengan beberapa perusahaan batu bara yang memiliki spesifikasi batubara sesuai dengan kebutuhan PLN. Nilai harga kontrak akan disesuaikan per tiga atau enam bulan sesuai dengan harga pasar yang berlaku.
Kemudian, PLN membeli batubara sesuai harga pasar saat ini. PLN akan menerima subsidi dari BLU untuk menutup selisih antara harga pasar dengan harga berdasarkan acuan US$ 70 per ton.
Lalu, selisih antara harga yang diberikan PLN dan harga market batu bara akan diberikan oleh BLU melalui iuran yang diterima dari perusahaan batu bara. Besaran iuran akan disesuaikan secara periodik berdasarkan selisih antara harga pasar yang dibeli PLN dan US$ 70 per ton. [tum]