Tohom menambahkan, pengembangan EBT oleh TOBA sejalan dengan kebutuhan jangka panjang Indonesia dalam memastikan ketahanan energi berbasis lingkungan.
Ia menyoroti proyek-proyek EBT TOBA yang tersebar mulai dari PLTA berkapasitas 6 MW di Lampung, hingga rencana pengembangan 46 MW di Batam, serta proyek-proyek masa depan seperti PLTB dan PLTA lainnya yang termasuk dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL).
Baca Juga:
Pemasangan Plang Kepemilikan Tanah di Lapangan Mini oleh OTK, Keturunan Napitupulu Keberatan
Tohom yang juga menjabat sebagai Ketua Umum DPP LSM Martabat (Masyarakat Pemantau Kewibawaan Aparatur Negara) menilai bahwa pemerintah perlu memberi insentif lebih besar bagi korporasi seperti TOBA yang berani mengambil risiko meninggalkan energi fosil.
"Kebijakan harus memihak pada yang progresif. Negara harus menghargai korporasi yang tidak hanya mengejar laba, tetapi juga memperjuangkan hak generasi mendatang untuk hidup di lingkungan yang lestari. Ini bukan sekadar urusan energi, ini soal martabat nasional," tegasnya.
Ia pun mendorong agar kebijakan energi nasional semakin memfasilitasi keterlibatan swasta dalam proyek-proyek EBT, termasuk memberi kepastian hukum atas perizinan, kepastian tarif, dan kepastian pasokan.
Baca Juga:
Tinjau SMP Negeri 2 Satu Atap Borbor, Bupati Toba Upayakan Perbaikan dari Dana Efisiensi
"Jangan sampai investasi energi bersih justru terganjal oleh birokrasi. Kita butuh kecepatan dan keberanian mengambil keputusan," tandasnya.
Sementara itu, Head of Corporate Finance & Investor Relations TOBA, Mirza Rinaldi Hippy, menyatakan bahwa TOBA menargetkan total kapasitas 370 MW pembangkit EBT hingga tahun 2030.
Beberapa di antaranya sudah beroperasi, sementara lainnya masih dalam tahap perencanaan dan tender.