konsumenlistrik.WAHANANEWS.CO, Jakarta - Aliansi Lembaga Perlindungan Konsumen Listrik Nasional (ALPERKLINAS) mengimbau pemerintah daerah (Pemda) dan Perusahaan Listrik Negara (PLN) untuk menjalankan wewenang serta tugas pokok dan fungsinya (tupoksi) masing-masing secara profesional demi kelancaran pelayanan publik.
Imbauan ini disampaikan oleh Ketua Umum ALPERKLINAS, KRT Tohom Purba, merespons pemutusan listrik di beberapa kantor pemerintahan akibat tunggakan pembayaran.
Baca Juga:
Buntut Injak-Injak Meja Saat Razman Bikin Onar di Ruang Sidang, Firdaus Dipecat dan SK Dicabut
Salah satu kasus terbaru terjadi di kantor Camat Dayun dan Kotogasib, yang mengalami pemadaman listrik akibat keterlambatan pembayaran tagihan selama dua bulan.
Akibatnya, pelayanan kepada masyarakat sempat terganggu. Pemadaman listrik ini diduga karena anggaran yang diajukan belum kunjung cair dari Badan Keuangan Daerah (BKD) setempat.
“Kasus ini tidak seharusnya terjadi jika ada koordinasi yang lebih baik antara pemerintah daerah dan PLN. Sebagai penyedia layanan publik, PLN tentu memiliki aturan terkait pembayaran listrik, tetapi pemutusan listrik terhadap kantor pemerintahan yang memberikan pelayanan kepada masyarakat harus menjadi pertimbangan khusus,” kata Tohom, Sabtu (08/02/2025).
Baca Juga:
Sentil Kejagung, Komisi III DPR RI: Diam-diam Jampidus Rajin Incar Pertamina
Menurutnya, PLN juga perlu memiliki kebijakan yang lebih fleksibel dalam menyikapi kasus tunggakan di instansi publik.
“Saya memahami bahwa PLN beroperasi dengan prinsip bisnis, namun mereka juga bagian dari sistem pelayanan publik. Artinya, ada aspek sosial yang harus diperhatikan dalam mengambil keputusan,” tambahnya.
Tohom menyoroti bahwa seharusnya ada mekanisme mitigasi agar pemutusan listrik tidak langsung dilakukan ketika menyangkut kantor-kantor pelayanan publik.
“Jika pemerintah daerah memang mengalami keterlambatan anggaran, PLN sebaiknya memberikan sistem peringatan yang lebih efektif sebelum melakukan pemadaman,” ujarnya.
Di sisi lain, ia juga mengkritik pemerintah daerah yang dinilai kurang sigap dalam mengalokasikan anggaran untuk pembayaran listrik.
“Anggaran operasional kantor pemerintahan seharusnya masuk dalam prioritas utama. Jika anggaran belum cair, harus ada solusi cepat sehingga pelayanan publik tidak terganggu,” tegasnya.
Kasus serupa juga terjadi di Puskesmas Fakfak, Papua Barat, di mana PLN sempat menyegel jaringan listrik karena tunggakan pembayaran.
Hal ini sempat mengakibatkan penghentian layanan kesehatan kepada masyarakat. Bagi Tohom, kejadian ini adalah alarm bagi semua pihak agar lebih serius dalam mengelola anggaran operasional instansi publik.
Tohom, yang juga Ketua Umum DPP LSM Masyarakat Pemantau Kewibawaan Aparatur Negara (Martabat), menambahkan bahwa kejadian ini menunjukkan adanya kelemahan dalam manajemen keuangan pemerintah daerah.
“Ini bukan hanya soal keterlambatan pembayaran, tetapi juga soal perencanaan anggaran yang kurang matang. Pelayanan publik harus menjadi prioritas utama, jangan sampai masyarakat yang dirugikan akibat kurangnya koordinasi dan perencanaan,” tandasnya.
Ke depan, ALPERKLINAS mendorong adanya koordinasi yang lebih erat antara PLN dan pemerintah daerah agar kejadian serupa tidak terulang.
“Jangan sampai masyarakat menjadi korban akibat kelalaian administratif. Pemerintah daerah harus lebih responsif, sementara PLN juga harus ambil langkah efektif dalam menangani keterlambatan pembayaran dari instansi pelayanan publik,” pungkasnya.
[Redaktur: Sobar Bahtiar]