KonsumenListrik.WAHANANEWS.CO, Jakarta – Aliansi Lembaga Perlindungan Konsumen Listrik Nasional (ALPERKLINAS) menyatakan dukungan penuh terhadap upaya pemerintah dan PLN dalam memberikan perhatian khusus bagi pembangunan infrastruktur kelistrikan di wilayah Pegunungan Papua, khususnya Kabupaten Pegunungan Bintang (Pegubin).
Ketua Umum ALPERKLINAS, KRT Tohom Purba, menilai bahwa pembangunan kelistrikan di wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) seperti Pegunungan Bintang merupakan bagian tak terpisahkan dari misi keadilan energi nasional yang harus dijalankan secara serius.
Baca Juga:
Yohana Dina Hindom Hadiri Launching Listrik Desa di Kampung Goras
“Jangan biarkan masyarakat di Pegunungan Bintang terus hidup dalam gelap gulita di tengah gemerlap kota-kota besar. Ini berkaitan dengan keadilan sosial, bukan sekadar urusan teknis,” tegas Tohom di Jakarta, Rabu (16/7/2025).
Pernyataan ini merespons pertemuan antara Bupati Pegunungan Bintang, Spei Yan Bidana, dan Anggota Komisi XII DPR RI dari Dapil Papua Pegunungan, Arif Riyanto Uopdana, dengan Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Jisman P. Hutajulu pada 2 Juli 2025 lalu.
Dalam pertemuan tersebut, kedua tokoh Papua meminta pemerintah pusat segera merevitalisasi Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro (PLTM) Oksibil yang rusak akibat banjir dan mendesak pengelolaan langsung oleh PLN agar masyarakat bisa menikmati listrik 24 jam.
Baca Juga:
2024 Pemprov Kalbar Targetkan Seluruh Desa Teraliri Listrik
Tohom memandang bahwa langkah itu sangat tepat, apalagi menurut laporan, rasio desa berlistrik di Pegunungan Bintang saat ini masih di bawah 22 persen dari total 277 kampung.
“Ini darurat pelayanan publik. Kalau kita bicara tentang kesetaraan pembangunan, maka kelistrikan harus menjadi prioritas utama,” ujarnya.
Menurut Tohom, pembangunan kelistrikan bukan semata urusan infrastruktur, tetapi menyangkut ekosistem sosial dan ekonomi.
“Listrik bukan hanya untuk menyalakan lampu. Ia adalah nyawa pendidikan, denyut UMKM, dan syarat investasi. Tanpa listrik, jangan bicara tentang percepatan pembangunan,” ujarnya.
Tohom yang juga Kandidat Doktor Ilmu Hukum Universitas Krisnadwipayana ini menegaskan bahwa negara harus hadir secara nyata di wilayah-wilayah yang selama ini terpinggirkan dari arus utama pembangunan nasional.
“Jika Presiden Prabowo menargetkan 70 persen desa di Pegunungan Bintang dialiri listrik pada 2029, maka seluruh pemangku kepentingan, baik pemerintah pusat, daerah, maupun BUMN seperti PLN, harus bersinergi dengan penuh tanggung jawab, agar hak-hak konsumen listrik, terutama di wilayah 3T, tidak terabaikan,” tegasnya.
Ia juga mengingatkan pentingnya tata kelola proyek kelistrikan yang transparan dan akuntabel, serta melibatkan partisipasi aktif masyarakat setempat.
“Jangan ada proyek asal jadi. Ini wilayah rawan secara geografis, sosial, dan politik. Maka pembangunan listrik harus dirancang secara kontekstual, dengan memperhatikan kondisi alam, budaya lokal, dan keberlanjutan teknis,” jelas Tohom.
Sebelumnya, Bupati Pegunungan Bintang Spei Yan Bidana meminta Kementerian ESDM untuk segera mengambil alih dan merevitalisasi PLTM Oksibil agar bisa kembali beroperasi.
“Sudah 80 tahun Indonesia Merdeka, tapi Oksibil masih pakai listrik desa. Kami habiskan Rp 16 miliar setahun untuk BBM, tapi listrik hanya menyala 6-7 jam,” kata Spei.
Ia juga mengusulkan agar PLN diberi kewenangan penuh untuk mengelola kelistrikan di Oksibil dan sekitarnya, serta membangun layanan listrik desa di 277 kampung Pegubin sesuai program Presiden Prabowo.
“Supaya ekonomi bertumbuh, anak-anak bisa belajar malam hari,” tambahnya.
Anggota Komisi XII DPR RI, Arif Riyanto Uopdana, menyatakan bahwa Rasio Desa Berlistrik (RDB) di wilayah tersebut sangat rendah.
“Kami berharap program Listrik Desa bisa segera direalisasikan dan dinikmati oleh masyarakat di kampung-kampung Pegunungan Bintang yang selama ini masih gelap gulita,” ujarnya.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]