KonsumenListrik.WAHANANEWS.CO – Aliansi Lembaga Perlindungan Konsumen Listrik Nasional (ALPERKLINAS) menyambut positif langkah Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia yang mengirim tim khusus ke India untuk mempelajari teknologi pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) berbiaya murah.
Namun, ALPERKLINAS mengingatkan agar hasil studi tersebut tidak berhenti di tataran wacana, melainkan benar-benar diimplementasikan demi menghadirkan listrik terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat.
Baca Juga:
Indonesia Ketinggalan 20 Tahun, MARTABAT Prabowo-Gibran Dukung Menko Pangan Gandeng Danantara Ubah Sampah Jadi Listrik
Ketua Umum ALPERKLINAS, KRT Tohom Purba, menilai kebijakan pemerintah ini bisa menjadi momentum besar menuju kemandirian energi nasional jika dilakukan secara konsisten dan terbuka.
“Kami mendukung penuh langkah belajar ke India. Namun, jangan hanya sekadar studi banding tanpa tindak lanjut nyata. Indonesia harus mampu menerapkan teknologi efisien itu dengan menyesuaikan karakter geografis dan sosial masyarakatnya,” ujarnya, Senin (10/11/2025).
Tohom menegaskan, keberhasilan India menekan harga listrik hingga 3 sen per kilowatt-jam (kWh) harus menjadi inspirasi, bukan sekadar acuan.
Baca Juga:
BBM Diesel Petasol Hasil Daur Ulang Sampah Plastik Capai 60 Persen, MARTABAT Prabowo-Gibran: Hasil Penelitian BRIN Bisa Ditetapkan Jadi Perpres
Menurutnya, efisiensi biaya energi bukan hanya bergantung pada teknologi, tetapi juga pada tata kelola yang transparan, skema pembiayaan yang tepat, dan kemauan politik yang kuat.
“Konsumen butuh listrik murah yang nyata terasa di rumah, bukan sekadar janji di atas kertas,” tegasnya.
Lebih jauh, Tohom mengingatkan bahwa transformasi energi hijau akan sia-sia jika tidak dibarengi dengan kebijakan yang berpihak pada rakyat.
Ia menyarankan pemerintah menggandeng lembaga perlindungan konsumen serta asosiasi masyarakat desa dalam perencanaan pembangunan PLTS di tingkat lokal.
“Keterlibatan publik menjadi kunci agar proyek PLTS 100 gigawatt yang dirancang pemerintah tidak hanya besar di angka, tapi juga berdampak langsung bagi kesejahteraan warga,” jelasnya.
Menurut Tohom, langkah Bahlil mengirim tim ke India juga dapat membuka peluang kolaborasi teknologi antara dua negara berkembang yang sama-sama menghadapi tantangan elektrifikasi perdesaan.
“Kita bisa belajar dari keberanian India mengoptimalkan energi surya dalam skala masif tanpa kehilangan arah kemandirian,” tuturnya.
Tohom pun mendorong agar pemerintah segera menguji coba model PLTS murah di beberapa daerah sebagai proyek percontohan.
“Kalau terbukti efisien, jangan tunggu lama untuk direplikasi secara nasional. Kita tidak boleh tertinggal, karena energi hijau bukan sekadar pilihan, tapi keniscayaan masa depan,” pungkasnya.
Sebelumnya, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengatakan telah mengirim tim ke India untuk mempelajari pembangunan PLTS berkapasitas 220 MW dengan biaya produksi listrik hanya 3 sen per kWh.
Pemerintah menargetkan pembangunan PLTS di setiap desa dengan kapasitas 1–1,5 MW untuk mempercepat pertumbuhan kapasitas hingga 100 gigawatt (GW).
[Redaktur: Mega Puspita]